Kejati Usut Dugaan Korupsi Dana Covid-19 di BPBD Sumbar

Petugas BPBD Sumbar melakukan penyemprotan disinfektan di Gedung DPRD Provinsi pada saat pademi Covid-19 lalu. IST

Petugas BPBD Sumbar melakukan penyemprotan disinfektan di Gedung DPRD Provinsi pada saat pademi Covid-19 lalu. IST

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) tengah menyidik kasus dugaan korupsi dana penanganan Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Sumbar.

Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar, Hadiman menyampaikan, proses penyelidikan kasus dugaan tersebut sudah dinaikkan ke tahap penyidikan pada April 2024 lalu. Sampai sekarang jumlah saksi yang sudah diperiksa pihak Kejati berjumlah sebanyak 19 orang.

“Belasan saksi yang diperiksa tim penyidik tersebut berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari BPBD Sumbar, Inspektorat Sumbar, pihak rekanan pengadaan, termasuk satu saksi ahli,” ujar Hadiman, Kamis (30/5).

Hadiman menjelaskan, pemeriksaan saksi dilakukan secara maraton. Di samping itu, pihaknya juga telah memintakan penghitungan kerugian keuangan negara kepada auditor internal Kejati Sumbar terkait dugaan korupsi BPBD Sumbar itu.

“Tim auditor internal sedang menghitung kerugian negara dalam perkara ini. Begitu hasilnya keluar, kami akan segera menetapkan tersangka,” ucapnya.

Kejati Sumbar, katanya menambahkan, tidak akan pandang bulu dalam menjerat orang-orang yang bersalah dan perlu dimintai pertanggungjawaban secara hukum.  “Jika memang sudah cukup bukti dan hasil audit keluar, maka segera ditetapkan tersangka dan ditahan,” kata Hadiman dengan tegas.

Lebih lanjut Hadiman menjelaskan, kasus ini sendiri terkait dugaan korupsi pengadaan face shield (pelindung wajah) selama pandemi Covid19 lalu. Pada saat itu, terdapat anggaran yang dikucurkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) dalam penanganan Covid-19 yang nilainya mencapai ratusan miliar dalam ratusan kontrak dan ratusan produk.

“Dari kontrak yang sebanyak itu kami kemudian kami selidiki pada dua kontrak. Hasilnya, kami menemukan adanya dugaan penggelembungan harga (mark-up),” tuturnya.

Pagu anggaran untuk dua kontrak pengadaan tersebut diketahui mencapai Rp3,9 miliar pada tahun anggaran 2020 lalu. (*)

Exit mobile version