Langganan Bencana, Wapres RI Ma’ruf Amin Sebut Penurunan Risiko Bencana Harus Jadi Tolak Ukur Kinerja Kepala Daerah di Sumbar

PADANG, HARIANHALUAN.ID- Sumatra Barat (Sumbar) dikenal sebagai “supermarket bencana”. Artinya, Sumbar merupakan provinsi dengan segudang potensi bencana.

Segala macam bencana Sumbar punya, mulai dari banjir, longsor, erupsi gunung berapi, gempa bumi, hingga tsunami. Bahkan, dalam tiga bulan terakhir, bencana seolah bertubi-tubi menghantam Ranah Minang.

Pada awal Maret 2024 lalu, menjelang masuknya bulan suci Ramadan, banjir dan tanah longsor melanda sejumlah kabupaten/kota di Sumbar, dengan Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) menjadi daerah dengan dampak terparah.

Lalu, belum genap sebulan berselang, giliran daerah Salingka Gunung Marapi (Agam, Tanah Datar, dan Bukittinggi) yang diterjang banjir lahar dingin. Dan lagi-lagi belum genap sebulan, banjir lahar dingin kembali menghantam. Kali ini dengan dampak yang lebih besar dan mematikan.

Jika ingin menjadi provinsi yang besar, Sumbar harus bisa segera bangkit. Tak hanya bangkit dari keterpurukan akibat bencana, namun yang lebih penting adalah bagaimana menjadikan bencana yang terjadi sebagai pembelajaran berharga.

Bagaimana di masa yang akan datang kejadian serupa tidak kembali terjadi. Kebangkitan itu harus ditandai dengan langkah-langkah mitigasi bencana yang lebih komprehensif.

Akan tetapi nyatanya, perihal kebencanaan, tidak seperti ekonomi dan pariwisata, bahkan pertanian, belum benar-benar menjadi perhatian pemerintah daerah (pemda).

Padahal, menurut Wakil Presiden RI, K.H. Ma’ruf Amin, penurunan risiko bencana sudah sepatutnya menjadi salah satu indikator atau tolak ukur kinerja kepala daerah.

Terlebih di daerah-daerah dengan tingkat risiko bencana tinggi, seperti Sumatra Barat (Sumbar), yang sepanjang tahun 2023 lalu mencatatkan 555 kejadian bencana dan total sebanyak 6.274 kejadian bencana selama periode 2014-2022.

Wapres menyebutkan, Indonesia memiliki kondisi geografis dan geologi yang rawan bencana. Lantaran kondisi ini, penyusunan rencana tanggap darurat pun menjadi penting untuk dimiliki agar dampak yang terjadi tidak mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu, seluruh daerah harus memiliki langkah mitigasi bencana untuk melindungi kelangsungan hidup masyarakat. Penurunan risiko bencana sepatutnya menjadi salah satu indikator kinerja kepala daerah.

“Sebab, mitigasi dampak bencana di daerah tentu akan turut memastikan kecukupan pangan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan hidup, yang akan bermuara pada peningkatan perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2024 di Grand Ballroom Hotel Pullman Bandung Grand Central, Citarum, Bandung, Jawa Barat (Jabar), Rabu (24/4) lalu. (*)

Exit mobile version