Lebih lanjut Adrizal memaparkan, kasus ganti rugi lahan tol ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan pengalihan status lahan milik warga dari tanah milik kaum menjadi lahan milik nagari yang diperuntukan untuk pengembangan kawasan Ibu Kota Kabupaten Padang Pariaman pada 2007 yang lalu.
“Pada saat itu, diduga terjadi pelanggaran HAM kepada masyarakat. Jika masyarakat tidak mau mengalihkan status lahannya, maka akan terjadi pengucilan secara adat. Ini telah dilaporkan ke instansi pemerintahan pada saat itu, tetapi tidak ditanggapi,” tuturnya.
“Timbullah aksi demo pada saat itu. Jika ada yang ketahuan terlibat dalam aksi demo, maka akan diberikan sanksi adat, dengan membayar sebanyak satu hewan jenis kerbau per orang yang terlibat aksi demo. Sangat disesalkan demokrasi tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, kami dari LBH sangat menyesalkan jika ada masyarakat menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi ganti rugi jalan tol ini,” ucapnya menambahkan.
Oleh karena itu, sebagai penghubung masyarakat Parit Malintang, Adrizal meminta pihak pengadilan harus cerdas dalam meneliti dan mengkaji kasus ini.
Diketahui, kasus dugaan korupsi penggantian lahan Tol Padang-Pekanbaru yang berlokasi di Taman Kehati Padang Pariaman, menyeret 13 terdakwa, berinisial SS yang berlatarbelakang perangkat pemerintahan nagari, YW aparatur pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah. Dan penerima ganti rugi berjumlah delapan orang, yakni BK, MR, SP, KD, AH, SY, RF dan SA yang diketahui juga merupakan perangkat pemerintahan nagari. (*)