BUKITTINGGI, HARIANHALUAN.ID — Warga sekitar Gunung Marapi mengaku masih mengalami trauma usai dilanda bencana banjir bandang lahar dingin Gunung Marapi pada 11 Mei lalu. Pada malam hari, mereka selalu was-was dan cemas akan terjadi banjir lahar dingin lagi seperti sebelumnya.
“Kalau dulu, saat hujan turun pada malam hari, tidur kami akan tambah nyenyak. Sekarang tidak, kami takut jika hujan, karena banjir lahar dingin bisa saja terjadi lagi,” kata Hatta Rizal, salah satu tokoh masyarakat Jorong Cangkiang, Nagari Batu Taba, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam kepada Haluan, Kamis (20/6).
Ia menuturkan, pascabencana banjir lahar dingin, warga di kampungnya terpaksa ronda secara bergantian. Selain menjaga kampung dari risiko pencurian, warga juga melakukan ronda di pinggir sungai demi memantau ketinggian debit air Batang Katik yang berhulu di kaki Gunung Marapi.
“Ronda makin intens terutama di saat hujan. Jujur saja, kami takut jika banjir kembali terulang. Jarak Batang Katik dengan pemukiman kami memang agak jauh, sekitar 100 meter. Namun, pada banjir lalu ketinggian air mencapai satu meter di dalam rumah,” ujarnya.
Sejak banjir tanggal 11 Mei 2024 lalu, sudah sering terjadi peningkatan debit air sungai. Setiap debit air meningkat, warga yang rentan seperti ibu dan anak, mesti diungsikan.
“Bayangkan, kami terpaksa mengungsikan orang tua dan anak-anak di tengah hujan. Meski debit air pada akhirnya terbilang aman, kami tak bisa mengambil risiko. Sekarang saya lihat banyak warga kami yang terganggu kesehatannya,” kata Hatta.