Paman Afif Maulana ke Kapolda Sumbar: Bapak Mau Cari Orang yang Viralkan Kematian Keponakan Saya? Saya Orangnya

PADANG, HARIANHALUAN.ID- Paman Almarhum Afif Maulana (13), Riki Lesmana langsung menunjuk diri di hadapan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat (Sumbar), Irjen Suharyono bahwa ialah orang pertama yang memviralkan kasus kematian keponakannya di media sosial (medsos) TikTok.

Hal tersebut ia sampaikan langsung dalam program Catatan Demokrasi yang ditayangkan stasiun televisi tvOne pada Selasa (2/7/2024) malam kemarin

“Bapak mau cari orang yang viralkan kematian Afif Maulana? Saya orangnya,” kata Riki Lesmana di hadapan Kapolda Sumbar sebagaimana dinukil Harianhaluan.id pada Rabu (3/7/2024) siang.

Dalam momen cukup emosional itu, Riki lagi-lagi mengatakan bahwa keponakannya meninggal karena dianiaya oleh oknum polisi di Polsek Kuranji.

“Ini sudah bukan dugaan lagi, saya sudah temui saksi. Saksi Aditya sudah saya temui, ada saksi nomor dua juga (mengatakan bahwa) korban dan saksi ditendang motornya sehingga jatuh. Saksi ini sudah diperlihatkan foto oknum Sabhara ini, mereka mengenali wajahnya, Sabhara ini ikut mukul (Afif Maulana dan saksi). Si Afif bilang, bang lompat yuk, oh tidak fif, abang mau menyerahkan diri. Saksi mengatakan, dia melihat Afif di Polsek Kuranji disiksa di kantor polisi,” katanya.

Namun setelah kasus tersebut menjadi viral, katanya, saksi Aditya sudah tidak bisa ditemui dan harus melalui pihak Polresta Padang.

“Wajar kami minta saksi, kami ini keluarga korban, sekarang sudah tidak diperbolehkan sama Polda. Saya tidak percaya pernyataan Kapolda Sumbar yang bilang Afif tawuran,” katanya.

Keyakinan Riki bahwa keponakannya itu dianiaya oleh oknum polisi juga berdasarkan penjelasan dari seorang anggota TNI yang sangat dekat dengan Afif Maulana.

“Saat saya lihat jasad Afif, ada anggota Marinir (Angkatan Laut) yang memandikan Afif. Dia bilang, ini Ki, ini kayak disiksa, ditendang aparat ini,” katanya.

Kecurigaan keluarga bahwa Afif Maulana meninggal tak wajar, kata Riki Lesmana adalah pada saat proses autopsi terhadap anak dari Afrinaldi (36) dan Anggun Angriani (32) itu di RS Bhayangkara Polda Sumbar.

“Di RS Bhayangkara juga begitu, tidak boleh keluarga menyaksikan proses autopsi, kata petugas mengganggu pekerjaan mereka. Saat ambil jenazah, dilarang, tidak boleh lagi sama petugas, (mereka bilang) dimandikan dan dikafani sama rumah sakit itu. Kalau keluarga mau lihat, lihat saja di rumah sakit. (Keluarga hanya diperlihatkan) cuma wajahnya. Ada luka di bagian kepala,” kata Riki.

Sebelumnya, Beberapa waktu sebelumnya, Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono mengatakan, pihaknya ingin meminta klarifikasi kepada pemilik medsos yang diduga memviralkan kematian tak wajar seorang remaja bernama Afif Maulana (13).

Remaja asal Kota Padang itu ditemukan meninggal dunia pada Minggu (9/6/2024) siang sekitar pukul 11.00 WIB di bawah Jembatan Sungai Kuranji atau sekitar tujuh jam setelah polisi mengamankan 18 remaja yang diduga hendak tawuran.

Beredar informasi korban meninggal karena diduga disiksa oknum anggota Polri.

“Trial by press yang disampaikan oleh oknum seseorang itu melalui media massa sehingga viral, masih perlu kami dalami. Sehingga kami saat ini masih berupaya untuk mendapatkan yang bersangkutan, untuk kami periksa sejauh mana dan apa yang ia ketahui dan ucapkan di medsos itu,” kata Suharyono beberapa waktu lalu.

Sebagai seorang Kapolda, Suharyono mengaku akan sangat bertanggungjawab jika seandainya oknum anggota Polri yang terlibat dalam penyimpangan itu.

“Kami masih memproses itu secara internal. Tapi kami yakini pada kejadian itu, jelas-jelas yang diamankan itu 18 anak-anak terlibat tawuran itu, di dalamnya tidak termasuk Afif Maulana. Sementara semua petugas sudah merapat ke Polsek, Polresta dan Polda dari 30 orang ini. Ini terstruktur, ada pimpinan, anak buah, ada SOP-nya yang memang sudah ditetapkan untuk mengurai massa. Jangan sampai polisi juga sampai jadi korban pembacokan,” katanya.

“Intinya adalah, kalimat yang muncul seorang Almarhum Afif Maulana kepada Aditya (rekan korban), karena itu pernyataan Aditya yang mengatakan bahwa Afif mengajak dirinya untuk mencebur ke sungai. Korelasinya apa sekarang? Saya tidak menyimpulkan dahulu, lidik dan sidik belum selesai. Tapi kan boleh jadi, masuknya Afif Maulana ke sungai itu ada akibat lain kami kan sedang memeriksa lagi secara mendalam,” kata Suharyono.

Pihaknya, katanya, melakukan klarifikasi terhadap informasi yang kadung viral di media sosial (medsos) dengan menjustifikasi polisi bertindak salah dan menganiaya sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain.

“Tetapi saya tidak akan pernah percaya kalau lidik-sidik belum selesai, ada seseorang yang menjustifikasi seolah polisi di sini berbuat sesuatu yang tidak sesuai SOP-nya. Dari mana dia tahu? Makanya akan kami amankan dahulu, akan kami periksa dahulu orang yang memviralkan, dari mana sumbernya, bagaimana kesaksiannya, (apakah( dia melihat, mendengar, mengetahui, kan (begitu konsep) saksi seperti itu,” katanya.

Petugas kepolisian yang berada di TKP, katanya, mengamankan barang bukti dan remaja yang diduga tawuran itu ke Polsek Kuranji hingga dibawa ke Polda Sumbar.

“Polisi sibuk mengamankan 18 anak-anak ini, tidak tahu Afif berada di bawah jembatan itu. Pengakuan Aditya, dia diajak Afif untuk mencebur ke sungai, namun Aditya mengajak untuk menyerahkan diri saja ke polisi. Tujuh jam berselang ditemukan mayat Afif di sungai dan pertama kali dilihat oleh masyarakat yang hendak membuang sampah,” katanya.

Kejadian itu menjadi viral, katanya, Afif dianiaya dan disebut-sebut dibuang ke sungai, namun tanpa memiliki bukti yang kuat.

“Ini yang perlu saya luruskan di sini. Otomatis kami akan secara berjenjang melaporkan ke pimpinan Polri dan masyarakat umum. Saya Kapolda Sumbar bertanggungjawab penuh atas kejadian ini, tapi saya secara profesional dan SOP yang berlaku, kami juga mengapresiasi anggota, kalau tidak dicegah (aksi tawuran) sudah memakan sekian korban jiwa. Ini anak-anak kecil kelayapan tengah malam, membawa senjata tajam untuk tawuran, ini yang kami larang dan cegah selama ini,” katanya.

Peraih gelar Adhi Makayasa atau lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1992 orang itu mengatakan, polisi juga telah meminta keterangan kepada lebih dari 40-an orang, termasuk 18 remaja yang diamankan.

“Itu belum menyangkut masalah (kematian) Afif, itu baru kejadian tawuran. Pada siang harinya, terungkaplah penemuan mayat si Afif ini,” katanya.

“Dengan viralnya berita seolah-olah polisi dipojokkan karena diduga menganiaya salah satu peserta tawuran bernama Afif Maulana itu, kami kan pastinya akan meminta kesaksian, pembuktian, siapa melihat, mendengar, mengetahui, mengalami sendiri itu kan namanya kesaksian dari seseorang yang beritanya itu A1. Tidak boleh (menggunakan kata) mungkin, barangkali, jangan-jangan, mengasumsi sendiri, seolah-olah kejadian itu korelasinya adalah penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” sambungnya.

Irjen Suharyono meminta kepada pihak pengelola akun yang memposting di medsos itu harus memberikan klarifikasi dan testimoni terkait kejadian tersebut.

“Polda tidak tinggal diam. Semua sudah jalan (Ditintelkam, Ditreskrimum, Ditreskrimsus) untuk mencari siapa yang memviralkan itu, memeriksa itu, dia akan kami ambil, kami periksa, dia harus testimoni, apakah kamu benar melihat, kamu kok ngomong begitu, kamu kan sudah trial by the press, sudah menyampaikan di press sebelum fakta yang sebenarnya ada, cukup bukti ataukah tidak, atau kamu hanya asumsi, atau hanya ngarang-ngarang, ini yang dirugikan sebenarnya institusi Polri,” katanya.

Namun, kata Suharyono, jika seandainya, pihaknya menemukan novum atau bukti baru yang membuktikan bahwa ada oknum anggota Polri yang berbuat tidak sesuai prosedur, maka akan diberikan tindakan tegas.

“Pasti kami akan menegakkan hukum (kepada) anggota kami yang menyimpang dari SOP itu. Tetapi sejauh ini, dari kesaksian-kesaksian ini, anggota kami sudah melaksanakan penegakan hukum atau pencegahan ini dengan benar. Surat perintah (Sprint) sudah ada, prosedur tetap (protap) untuk menciptakan agar kondisi tetap aman sudah ada menjelang HUT Polri, operasi bersih dan sebagainya sudah kami lakukan,” katanya.

Ia tidak menampik bahwa Polda Sumbar, sudah berulang kali mencari seseorang yang memviralkan terkait kematian tak wajar Afif Maulana yang diduga disiksa oknum polisi.

“Kami sebenarnya sudah bergerak cepat, hanya untuk mencari seseorang ini saja kan kami perlu waktu, karena di mana posisinya saat ini. Kami lacak akun mana yang digunakan, sudah berupaya kami take down dulu sementara, pagi kami take down, siang muncul, siang kami take down malam muncul lagi. Itulah namanya medsos, kami tidak bisa mencegah itu sehingga viral,” katanya.

Ia tidak mempersoalkan dan mempersilakan berita viral itu sampai di media massa, namun dengan catatan, pihaknya akan meluruskan kejadian tersebut.

“Namun kami akan meluruskan ini juga agar pihak kepolisian tidak dirugikan. Tapi jika ada oknum anggota kami tidak sesuai SOP (dalam bertugas), pasti kami juga memeriksa satu per satu, maksudnya peran mereka sebagai apa pada saat itu. Termasuk 18 orang yang kami amankan itu, maaf 18 orang itu di luar Afif Maulana,” katanya.

Beberapa hari berselang, Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Dwi Sulistyawan mengatakan bahwa pihaknya belum ada mengamankan orang atau pihak yang memviralkan kematian dari Afif Maulana.

Polda Sumbar, katanya, justru fokus kepada penanganan terhadap penyebab kematian dari Afif Maulana di bawah Jembatan Sungai Kuranji Padang.

“Saat ini, belum ada satupun orang yang kami minta terkait video viral tersebut. Kami fokus kepada penanganan kasus kematian Afif Maulana,” katanya didampingi oleh Kasubdit Cyber Ditreskrimsus Polda Sumbar, Kompol Purwanto.

Tak Anti Kritik

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengkritik Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono dan jajaran yang mengatakan akan mencari orang yang memviralkan kasus kematian Afif Maulana.

“Polda Sumbar jangan menentang kritik masyarakat terkait meninggalnya Afif Maulana karena diduga disiksa oknum polisi. Ini bentuk kritik agar polisi bekerja sesuai aturan. Jadi jangan diserang orang yang mengkritik via medsos,” katanya, Senin (26/4/2024) siang.

Selain itu, Sugeng juga meminta penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut tidak terkesan ditutup-tutupi sehingga menimbulkan anggapan ada upaya untuk melindungi oknum polisi yang bersalah dalam kasus tersebut.

“Pemeriksaan perkara meninggalnya anak ini tidak boleh menyembunyikan fakta, melindungi anggota apabila ada dugaan pelanggaran prosedur maupun tindakan kekerasan. Penangangan kasus harus didalami secara obyektif, transparan, dan hak asasi bagi korban dan keluarganya,” katanya.

Terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menilai pernyataan Irjen Suharyono sangat janggal dan semakin menguatkan kecurigaan lembaga bantuan hukum itu serta melihat ada yang salah dengan situasi tersebut.

“Bukannya fokus untuk mencari pelaku yang diduga anak buahnya, namun malah ingin melakukan kriminalisasi dan membungkam keadilan bagi korban dan keluarganya,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani.

LBH Padang melihat tindakan intimidasi, pengancaman dan pembungkaman sudah diduga dilakukan oleh kepolisian untuk berupaya menutup kasus ini.

“Atas pernyataan Kapolda Sumbar, ibu korban merasa kecewa dan hancur karena menyadari jalan yang terjal untuk memberikan keadilan bagi kematian tragis anaknya. Ibu korban menyatakan hatinya bisa terobati jikalau pelaku yang diduga melakukan penyiksaan dihukum berat dan dipecat,” kata perempuan yang akrab disapa Ii tersebut.

Bahkan demi meyakinkan publik, LBH Padang merilis dokumentasi penyiksaan dan menegaskan bahwa ada penyiksaan terhadap Afif Maulana.

“Berhenti membuat pembohongan publik, proses anak buah anda Pak Kapolda Sumbar. Berhenti lindungi pelaku, proses mereka semua. Tugas polisi mencari kebenaran atas tanda-tanda penyiksaan yang muncul ditubuh korban dan kawan-kawannya. Berikan keadilan bagi korban AM dan kawan-kawannya segera,” katanya.

LBH Padang mendorong Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengambil alih kasus Afif Maulana karena terindikasi banyak konflik kepentingan.

“Jujur kami merasa tidak percaya dan terlalu banyak konflik kepentingannya atas kasus ini. Melaporkan polisi, ke teman polisi dan ada atasan polisi serta diproses di rumah sakit polisi rasanya sepeti hal yang mustahil. Kami sangat meragukan independensi dan integritas kasus ini di jajaran kepolisian Sumbar apalagi dengan pernyataan Kapolda Sumbar tersebut,” tuturnya. (*).

Exit mobile version