Mengurai Musabab Maraknya Tawuran Pelajar di Kota Padang

Polresta Padang mencatat tren kasus kecelakaan lalu lintas (Lakalantas) di Kota Padang turun sebesar 30 persen pada 2024, jika dibandingkan dengan semester I 2023 lalu.

Polresta Padang mencatat tren kasus kecelakaan lalu lintas (Lakalantas) di Kota Padang turun sebesar 30 persen pada 2024, jika dibandingkan dengan semester I 2023 lalu.

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Minimnya ruang kreatif bagi remaja untuk menyalurkan energi-energi positif menjadi salah satu penyebab utama kian maraknya aksi tawuran pelajar di Kota Padang. Energi yang tak terpendam itulah kemudian yang disalurkan untuk kegiatan-kegiatan negatif seperti tawuran. 

Sosiolog Universitas Negeri Padang (UNP), Erianjoni menilai semakin maraknya tawuran pelajar yang terjadi dikarenakan minimnya sarana untuk menyalurkan energi positif di kalangan remaja. 

Saat energi positif tersebut tidak bisa disalurkan, tidak mendapat pengakuan atau bahkan tidak dihargai, energi yang tadinya positif berubah menjadi energi negatif dan dilampiaskan melalui tawuran antar remaja. 

“Khususnya di Kota Padang, saya melihat kurangnya kegiatan yang menjadi peluang untuk para remaja mengekspresikan dirinya. Masa remaja adalah masa di mana anak-anak harusnya mencari jati diri, menyalurkan bakat, berekspresi, menunjukkan identitas, butuh pengakuan dan seluruhnya. Hal tersebut merupakan hal yang positif,” katanya.

Ia menilai, keterbatasan ruang publik menjadi pemicu meningkatnya aksi tawuran yang harusnya bisa digunakan untuk menyalurkan energi positif dibatasi, sehingga para remaja memilih untuk melampiaskannya melalui tawuran. 

“Ruang publik itu ada, tapi terbatas. Katakanlah para remaja itu memiliki ruang menyalurkan bakat olahraga seperti futsal, tapi harus bayar lapangan. Begitu juga dengan olahraga yang lain, harus bayar dulu,” ujarnya. 

Keterbatasan ruang publik inilah yang menurutnya menjadi salah satu pemicu penimbunan emosi dalam diri remaja yang sering terlibat tawuran. Emosi yang menumpuk akan membuat seseorang ingin meluapkannya sekalipun dengan cara yang negatif. 

Selain keterbatasan ruang publik, ia juga melihat tawuran sebagai tempat pelarian saat mereka tidak dipedulikan dan tidak diakui di lingkungan keluarga. Remaja dengan emosi yang labil juga membutuhkan pengakuan akan keberadaannya, baik di luar maupun di dalam rumah. 

“Saat orang tua tidak peduli dengan anaknya, kemudian si anak merasa tidak berguna dan jenuh, mereka kemudian dipertemukan dengan kelompok dengan permasalahan yang cenderung sama. Mereka akan mudah dikompori dan diajak untuk menyalurkan energi tersebut dalam tawuran,” ucapnya. 

Lebih jauh ia menyebutkan, selama ini permasalahan tawuran lebih banyak diselesaikan dengan cara represif daripada preventif. Padahal akan lebih bijak jika permasalahan tawuran diselesaikan secara preventif dengan cara memasifkan program atau kegiatan kepemudaan. 

“Seharusnya, mencegah akan lebih baik dengan cara-cara tersebut. Dalam teori psikologis sosial, saat emosi dalam diri remaja itu berkecamuk, mereka akan mencari tempat melampiaskannya bersama teman yang mengalami permasalahan serupa,” tuturnya. 

Selain itu, pemerintah juga harus mengkaji ulang titik-titik rawan tawuran yang ada di Kota Padang. Karena sejatinya, tawuran akan sejalan dengan aktivitas remaja. “Katakanlah aktivitas remaja pada malam hari, ada balap liar, kongkow bersama, ditambah nanti ada miras. Permasalahan seperti ini yang seharusnya dicari jalan keluarnya. Bagaimana mencegah para remaja untuk tidak melakukan aktivitas yang cenderung negatif pada malam hari,” ujarnya. 

Ia juga menyebut, pengawasan menjadi hal yang tak kalah penting untuk mencegah kenakalan remaja, terutama tawuran. Pengawasan tersebut dimulai dari tingkat keluarga, lingkungan sosial, dan sekolah. Keluarga dan sekolah juga harus berperan aktif dalam membangun kesadaran terhadap remaja tentang betapa ruginya terlibat dalam tawuran. 

“Ada tiga pilar pendidikan yang harus disinergikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pengawasan tiga pilar ini cukup penting sebagai langkah awal mematikan tawuran,” ujarnya. 

Bagaimanapun, tawuran yang sudah terjadi tidak melulu harus diserahkan langsung kepada aparat kepolisian. Menurutnya, ada pihak-pihak lain yang bisa menyelesaikan permasalahan tawuran pelajar karena merupakan permasalahan bersama. 

“Artinya, tawuran ini mencakup seluruh permasalahan, baik permasalahan yang bisa diselesaikan oleh keluarga, oleh masyarakat adat seperti ninik mamak, tokoh agama, dan sebagainya. Sehingga memang harus diselesaikan secara bersama,” katanya. 

Tindakan bersama dalam mengatasi permasalahan tawuran sangat penting. Jika tidak ada treatment atau langkah yang dilakukan secara bersama, maka mustahil tawuran di Kota Padang ini bisa diatasi. 

“Dengan langkah yang tepat, maka tawuran di Kota Padang ini akan bisa diamputasi, sehingga tidak diwariskan kepada generasi selanjutnya,” ucap Erianjoni.  (*)

Exit mobile version