PADANG, HARIANHALUAN.ID— Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan sejumlah faktor penyebab meningkatnya angka kemiskinan di Sumatra Barat. Salah satunya akibat rentetan bencana yang melanda sejumlah wilayah dalam beberapa kurun waktu terakhir, seperti banjir bandang serta galodo Gunung Marapi
BPS mencatat per Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Sumbar bertambah sebanyak 345,73 ribu orang, atau naik sekitar 5,97 persen dibanding angka kemiskinan periode yang sama tahun lalu. Penduduk miskin yang dimaksud ialah mereka yang pengeluaran per kapita per bulannya di bawah Garis Kemiskinan.
Kepala BPS Sumbar, Sugeng Arianto menjelaskan, beberapa faktor berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama Maret 2023-Maret 2024. Pertama, inflasi pada periode Maret 2024 year-on-year (yoy) yang tercatat sebesar 3,93 persen. Kedua, ekonomi Sumbar triwulan I-2024 terhadap triwulan I- 2023 mengalami pertumbuhan sebesar 4,37 persen (yoy).
Ketiga, konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2024 meningkat 4,20 persen. Keempat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2024 sebesar 5,79 persen atau turun sebesar 0,11 persen poin dibandingkan Februari 2023 (5,90 persen). Kelima, proporsi pekerja penuh pada Februari 2024 sebesar 64,30 persen atau meningkat dibandingkan Februari 2023 (64, 83 persen).
“Di lain pihak, Nilai Tukar Petani (NTP) Maret 2024 sebesar 119,66 atau naik 8,91 persen dibandingkan Maret 2024 yang sebesar 109,87,” ujar Sugeng.
Terakhir, bertambahnya jumlah penduduk miskin juga disebabkan oleh faktor bencana alam pada periode Januari-Maret, seperti erupsi Gunung Marapi dan banjir bandang yang melanda sejumlah daerah di Sumbar.
“Angka itu bertambah sebesar 5,36 ribu orang dibandingkan satu tahun sebelumnya, yakni Maret 2023 yang sebanyak 340,37 ribu orang,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan juga naik dari 4,67 persen pada Maret 2023 menjadi 4,72 persen pada Maret 2024. “Jumlah penduduk miskin di perkotaan bertambah 5,33 ribu orang. Dari 133,79 ribu pada Maret 2023 menjadi 139,12 ribu pada Maret 2024,” ujarnya.
Sementara persentase penduduk miskin di daerah pedesaan naik dari yang sebelum- nya 7,23 persen pada Maret 2023 menjadi 7,8 persen pada Maret 2024. “Jumlah penduduk miskin di pedesaan bertambah 0,05 ribu orang. Dari 206,57 ribu orang pada Maret 2023 menjadi 206,62 ribu orang pada Maret 2024,” ucapnya.
Dalam hal ini, peranan komoditas makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar 75,94 persen.
Adapun tiga jenis komoditas makanan yang berpengaruh paling besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, cabai merah (di perkotaan dan di perdesaan). Sementara itu, lima komoditas bukan makanan yang paling dominan adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Di sisi lain, perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan nilai Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) sendiri ialah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. “Garis Kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin pada Maret 2024 adalah Rp708.416 per kapita per bulan,” ujarnya.
Selama periode Maret 2023-Maret 2024, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,06 persen. Kenaikannya dari Rp667.925 per kapita per bulan pada Maret 2023 menjadi Rp708.416 per kapita per bulan pada Maret 2024. (*)