Pencabulan Sesama Jenis, Bundo Kanduang Serukan Perbaikan Sistem Rekrutmen Tenaga Kerja

Pencabulan Sesama Jenis

Ketua Bundo Kanduang Sumbar, Puti Reno Raudhah Thaib

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Bundo Kanduang Sumatera Barat, Prof. Raudha Thaib merasa geram mendengar kabar terungkapnya kasus pencabulan sesama jenis yang dilakukan oleh dua guru pesantren di Kabupaten Agam terhadap 40 orang santri.

Prof. Raudha Thaib menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama bagi para pengelola pesantren dan lembaga pendidikan Islam lainnya yang memberlakukan sistem pembinaan model asrama.

“Kasus seperti ini memang rawan terjadi di pesantren. Karena di sana, para santri dikumpulkan berdasarkan jenis kelamin. Sementara dalam pergaulan sehari-hari, para santri membutuhkan lawan jenis untuk berinteraksi secara sehat dan normal,” ujarnya kepada Haluan, Jumat (26/7/2024).

Raudha Thaib menyatakan bahwa terjadinya kasus pencabulan sesama jenis ini sangat disayangkan. Sebab, kenyataannya, para pelaku adalah orang yang dititipkan amanah, serta diharapkan menjadi sosok penjaga bagi para santri yang tengah menimba ilmu agama.

Oleh karena itu, menurutnya, seluruh pesantren yang ada di Sumatera Barat perlu meninjau ulang sistem rekrutmen tenaga kerja. Seluruh tahapan rekrutmen harus dilakukan dengan ketat, serta didukung dengan uji tes psikologis bagi calon pekerja.

“Mekanisme rekrutmen yang sangat ketat mutlak diperlukan. Apalagi saat ini, sudah begitu banyak terungkap kasus pencabulan yang terjadi di Ranah Minang. Mulai dari kasus anak dicabuli orang terdekat di lingkungan keluarga, atau bahkan santri yang dicabuli gurunya sendiri, seperti yang terjadi di salah satu pesantren legendaris di Kabupaten Agam ini,” katanya.

Raudha Thaib juga menyoroti pengawasan dan kontrol kegiatan anak yang longgar di pesantren. “Saya melihat ada pengawasan dan kontrol kegiatan anak yang longgar. Padahal sebenarnya, pengawasan dan kontrol anak di pesantren ini tidaklah sulit,” ucapnya.

Ia menilai bahwa terjadinya kasus ini sangat erat kaitannya dengan bobroknya integritas dan mental petugas yang dititipi amanah oleh pengurus pesantren. Terungkapnya kasus ini telah mencoreng nama baik pesantren di Sumatera Barat.

Namun begitu, kata Bundo Kanduang, sekalipun petugas yang dititipi amanah bermental bobrok, apabila pihak pesantren menerapkan kontrol pengawasan yang ketat, maka kasus seperti ini tidak seharusnya terjadi.

“Artinya, perlu ada evaluasi sistem, integritas orang yang diberi kepercayaan harus jelas. Mesti ada tes psikologis agar orang yang punya kecenderungan perilaku menyimpang tidak lolos dalam seleksi penerimaan tenaga kerja atau tenaga pendidik,” ucapnya.

Raudha Thaib berharap bahwa dengan adanya evaluasi dan perbaikan sistem, kejadian serupa tidak akan terulang lagi di masa depan. Para santri diharapkan dapat belajar dan beribadah dengan tenang tanpa adanya rasa takut akan ancaman dari predator seksual. (*)

Exit mobile version