PADANG, HARIANHALUAN.ID— Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan lima fakta baru terkait kasus kematian Afif Maulana, siswa SMP berusia 13 tahun yang diduga tewas usai dianiaya sejumlah personel Polda Sumbar pada saat patroli pencegahan tawuran di Kota Padang beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias mengatakan, temuan itu didapatkan usai pihaknya merampungkan penelaahan serta pengumpulan barang bukti kasus kematian Afif Maulana yang menjadi sorotan publik menjelang peringatan HUT Bhayangkara Ke78 tersebut.
“Pertama, terdapat tiga Laporan Polisi (LP) yang saling terkait tentang penemuan mayat, penganiayaan/ penyiksaan, dan penganiayaan yang menyebabkan kematian,” ujarnya.
Temuan kedua, terdapat saksi dan korban yang merupakan anak di bawah umur. Ketiga, para saksi dan korban ini, ikut mengalami tindakan kekerasan atau penyiksaan oleh polisi yang bertugas pada malam itu.
“Keempat, sebagian saksi dan/ atau korban termasuk keluarganya masih trauma. Kelima, beberapa saksi dan/atau korban telah dimintai keterangan, tapi tidak disertai dengan surat panggilan dan tidak didampingi oleh penasehat hukum,” ujarnya.
Susi juga mengungkapkan bahwa LPSK telah mengabulkan permohonan perlindungan terhadap 15 orang pemohon di kasus tersebut Mereka yang diberikan perlindungan terdiri dari 13 pemuda dengan status sebagai saksi serta dua orang keluarga korban.
Sesuai hasil Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Selasa (23/7) lalu, para terlindung akan segera mendapat program Pemenuhan Hak Prosedural (PHP), Hak Atas Informasi, dan Rehabilitasi Psikologis.
“Terdapat 13 terlindung LPSK mendapat program PHP. Posisi mereka masih remaja dengan rentang usia 14-18 tahun akan didampingi saat menjadi saksi di kepolisian, kejaksaan, hingga saat di persidangan,” katanya.
Susi mengatakan, layanan PHP itu diberikan dalam rangka pendampingan selama proses pemberian keterangan saat diperiksa mulai dari tahap penyidikan hingga persidangan.
Selain itu, penguatan psikologis diberikan sebagai upaya untuk memberikan penguatan dan pemulihan psikologis kepada para saksi dan korban yang kebanyakan merupakan anak di bawah umur.
“Sebanyak dua terlindung mendapat rehabilitasi psikologis, yakni WE dan PP yang ditangkap dan mengalami kekerasan,” katanya