PADANG, HARIANHALUAN.ID — Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar akhirnya memutuskan untuk menutup Taman Wisata Alam (TWA) Mega Mendung. Penutupan TWA Mega Mendung yang meliputi objek wisata kolam pemandian serta sejumlah lokasi usaha masyarakat di sekitarnya itu, ditandai dengan pemasangan plang larangan beraktivitas di tiga titik representatif di kawasan tersebut.
Plang larangan dipasang tim gabungan BKSDA Sumbar, Polhut KLHK, Polres Padang Panjang, Kodim Tanah Datar, Dewan Sumber Daya Air Sumbar, serta tokoh masyarakat setempat pada Kamis (8/8). Penanda larangan beraktivitas dipasang di gerbang masuk kawasan TWA Mega Mendung, kolam pemandian, serta di dekat Rumah Makan Manggung yang berada tidak jauh dari lokasi akses jalan Lembah Anai yang sempat rusak diterjang banjir bandang pada Mei lalu.
Kepala BKSDA Sumbar, Lugi Hartanto menyebut, pemasangan plang larangan beraktivitas di TWA Mega Mendung merupakan tindak lanjut dari sosialisasi penutupan kawasan yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu.
“Kami lakukan pemasangan plang peringatan untuk tidak melakukan aktivitas. Penutupan kawasan ini merupakan bentuk mitigasi. Karena kawasan ini cukup berbahaya,” ujarnya usai melakukan pemasangan plang bersama tim gabungan.
Lugi menilai, indikasi bahaya di kawasan TWA Mega Mendung telah jelas terbukti dengan terjadinya bencana banjir bandang pada 11 Mei lalu yang menyapu habis akses jalan hingga beberapa kafe di kawasan itu.
“Kami berharap masyarakat tidak melakukan aktivitas. Ini merupakan pengingat bagi kita semua sesuai dengan mandat PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam,” ujarnya.
Juru Bicara Dewan Sumber Daya Air (DSDA) Sumbar, Tommy Adam, mengapresiasi keputusan BKSDA Sumbar yang telah menutup kawasan TWA Mega Mendung. Bagaimanapun, sesuai pasal 31 PP Nomor 28 Tahun 2011, penutupan TWA Mega Mendung harus dilakukan karena adanya suatu kondisi yang berpotensi mengancam kelestarian kawasan suaka alam, keselamatan pengunjung, serta kehidupan tumbuhan dan satwa.
“Pada pasal itu dijelaskan bahwa unit pengelola KSA atau KPA dapat melakukan penghentian kegiatan tertentu dan/atau menutup kawasan sebagian atau seluruhnya untuk jangka waktu tertentu,” ujar Tommy saat dikonfirmasi Haluan, Kamis (8/8)
Tomi mengatakan, dasar hukum itu menjadi dasar bagi BKSDA Sumbar untuk menutup TWA Mega Mendung. Langkah itu memang sudah seharusnya dilakukan untuk memastikan keselamatan orang pada kawasan tersebut.
“Tim Evaluasi Kesesuaian Fungsi (EKF) juga tengah mengkaji terkait peruntukan kawasan TWA Mega Mendung dengan kondisi banjir bandang dan galodo yang telah terjadi sebelumnya,” ucapnya.
Ia menerangkan, Tim EKF yang telah terbentuk terdiri dari akademisi, ahli, masyarakat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Datar, serta unsur nagari setempat. Hasil dari kajian ini akan mengarah nantinya apakah status kawasan tetap menjadi TWA atau ditingkatkan menjadi cagar alam.
“Namun unsur pemerhati lingkungan berharap bahwa kawasan tersebut dapat ditingkatkan menjadi cagar alam, sehingga pemanfaatan untuk kegiatan manusia menjadi terbatas. Jadi, bisa meminimalisasi dampak bila terjadi bencana pada kemudian hari,” ujar.
Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar itu menerangkan, pada tanggal 7 Agustus 2024 lalu, DSDA Sumbar telah melakukan sidang pleno ke-2 untuk menindaklanjuti rencana pembongkaran bangunan konstruksi baja yang diduga akan dibangun hotel di kawasan lembah Anai.
Pada sidang itu, DSDA Sumbar memberikan empat rekomendasi penting kepada para pemangku kepentingan terkait, seperti melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk pembongkaran bangunan konstruksi baja di kawasan Lembah Anai usai pemasangan plang tanggal 31 Mei 2024 lalu.
“Kemudian, kawasan di sepanjang Lembah Anai, mulai dari Cafe Ibumi sampai dengan Panorama Bukit Berbunga merupakan kawasan rawan bencana untuk tidak dimanfaatkan atau dibebaskan dari berbagai macam bangunan liar yang tidak berizin,” katanya.
Selanjutnya, BKSDA Sumbar tidak boleh mengakomodasi tumbuhnya bangunan komersil atau wisata di kawasan TWA Mega Mendung pada masa yang akan datang.
“Terakhir, DSDA Sumbar mengapresiasi langkah-langkah tegas yang dilakukan BKSDA Sumbar dan APH dalam menutup lokasi kawasan TWA Mega Mendung. Hal ini sejalan dalam upaya memitigasi bencana di kawasan tersebut,” ujarnya.
Ia menekankan, langkah tegas yang telah dilakukan BKSDA Sumbar harus segera direplikasi oleh Pemprov Sumbar dan Pemkab Tanah Datar dalam penataan ulang kembali kawasan Lembah Anai. “Khususnya terkait upaya pembongkaran bangunan konstruksi baja yang harus segera diagendakan dalam waktu dekat,” ujar Tommy mengakhiri. (*)