PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) angkat bicara perihal nyaris pecahnya bentrokan antara pedagang kaki lima (PKL) di kompleks Masjid Raya Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Sumbar dengan petugas Satpol PP pada Kamis (22/8) malam lalu.
Dalam kejadian itu, puluhan PKL yang tergabung dalam Ikatan PKL Masjid Raya Sumbar bersikeras ingin tetap berjualan di parkiran masjid. Mereka menuntut diizinkan kembali berjualan usai resmi dilarang pada 10 Juli lalu lantaran adanya penilaian masjid percontohan tingkat nasional.
Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sumbar, Al Amin menjelaskan, Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi saat ini sedang bersolek untuk menyambut penilaian masjid percontohan tingkat nasional yang diselenggarakan Kementerian Agama (Kemenag).
“Masjid Raya Syekh Akhmad Khatib Al Minangkabawi kami persiapkan untuk menjadi masjid percontohan tingkat nasional pada September nanti. Ada sekitar 20 item yang harus kami penuhi, mulai dari masjid ramah anak, aspek kebersihan, kerapian, kesesuaian, dan sebagainya,” ujarnya kepada Haluan, Minggu (25/8).
Untuk menyongsong penilaian itu, Masjid Raya Syekh Akhmad Khatib Al Minangkabawi perlu dikondisikan sesuai dengan peruntukannya. PKL yang sebelumnya berjualan di areal parkir sudah diminta untuk tertib dan berdagang di space yang telah disediakan. Bahkan saat ini, pengelola masjid sudah berencana akan segera membangunkan pujasera sebagai lokasi khusus PKL. “Kami hanya minta agar mereka tidak berjualan di tempat parkir. Minimal sampai pujasera selesai. Jika telah selesai, masjid kita tentu akan lebih indah dan rapi,” ucapnya.
Al Amin menyatakan, kompleks Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi juga telah dicanangkan sebagai Kawasan Halal Lifestyle. Para pengunjung maupun wisatawan, muslim atau nonmuslim, harus berbusana sopan di areal tersebut. “Masjid itu juga kami canangkan sebagai pusat Kawasan Halal Lifestyle dan pusat pertumbuhan industri halal. Oleh karena itu, kami meminta dukungan dari semua pihak agar mengerti,” ujarnya.
Ia menekankan, langkah penertiban PKL di areal masjid termegah di Sumbar itu dilakukan semata-mata untuk menjaga keindahan dan kerapian. Apalagi masjid tersebut juga telah menjadi destinasi utama bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Padang. “Orang datang ke Sumbar kalau belum ke masjid ini belum ke Sumbar namanya itu. Makanya semua pihak perlu bersama-sama menjaga masjid kebanggan kita ini,” katanya.
Sebelumnya, ketegangan sempat terjadi antara sejumlah PKL Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dengan petugas Satpol PP pada Kamis (22/8) malam. Pedagang sempat berupaya memaksa masuk ke halaman masjid namun dicegat Satpol PP. Aksi dorong sempat terjadi saat pedagang ingin memasukkan barang dagangannya termasuk meja dan kursi. Satpol PP tetap tidak membolehkan pedagang tersebut masuk. Adu argumen tak terelakkan. Di sisi lain, penegak perda mengklaim hanya menjalankan tugas.
Sekretaris Ikatan PKL Masjid Raya Sumbar, Oktavianus menyesali tindakan Satpol PP tersebut. Padahal, pedagang hanya ingin kepastian. “Hampir sebulan lebih kami dirumahkan dengan janji Rp2 juta. Sampai sekarang realisasi belum ada. Pihak masjid janji tiga hari,” kata Oktavianus.
Ia mengungkapkan bahwa saat surat edaran keluar, pedagang telah mematuhi dan mengosongkan dagangan secara baik-baik. Pedagang tidak ingin ribut-ribut. “Kami tidak ingin juga ribut, tapi janji dia itu. Orang yang tidak bisa makan, tidak tahu dia. Kami ingin kepastian, kami ingin berjualan, kami butuh makan,” ujarnya.
Selama ini, pedagang sudah berupaya untuk meminta audiensi. Bahkan sudah melayangkan surat dua kali ke Gubernur Sumbar, Mahyeldi. “Kami sudah berupaya. Kami sudah pergi ke rumah dinas gubernur, sudah ingin audiensi. Surat sudah dua kali kami kirim, tapi tidak ada itikad baiknya. WhatsApp sama ajudan belum dibalas,” katanya.
Oktavianus mengatakan, dalam waktu dekat pedagang akan meminta audiensi ke anggota DPRD Sumbar. Mereka mengadukan nasib dan ingin berjualan kembali.
“Jadi, kami ingin, pertama surat selebaran sampai pertengahan Agustus, kan sudah selesai. Nah, kami ingin berjualan kembali. Tapi buktinya kami diusir kembali. Ada apa di balik ini. Tuntutan kami kembali berjualan, dan uang Rp 2 juta ketika dirumahkan diberikan. Kami sudah berutang kemana-mana. Uang itu untuk satu pedagang,” ujarnya.
Mewakili pedagang, Oktavianus berharap kepada gubernur agar dapat memberikan kepastian. Para pedagang hanya ingin berjualan untuk mencari makan. “Harapan kami kepada Pak Gubernur, ingin kepastian. Kami ingin cari makan. Selama ini, tujuh tahun kami jualan, Bapak sendiri yang mendisposisikan, kami ucapkan terima kasih ketika itu. Makanya kami bisa berjualan di sini,” ujarnya. (*)