Upaya Perlindungan Tanah Ulayat Sumbar Tuai Apresiasi Kementrian ATR/BPN RI

BANDUNG, HARIANHALUAN.ID – Keseriusan upaya perlindungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatra Barat terhadap keberadaan ribuan hektar tanah ulayat di seluruh Ranah Minang lewat penetapan Peraturan Daerah (Perda) Tanah Ulayat, terus menuai apresiasi dan pengakuan dari berbagai pihak.

Kementrian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN), mengganjar Pemprov Sumbar penghargaan atas dukungan jalannya program Pilot Project sertifikasi tanah ulayat secara nasional yang dijalankan di Kabupaten Agam, Tanah Datar dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Penghargaan diserahkan Menteri ATR-BPN RI Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kepada Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah yang diwakili Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sumbar Rifda Suryani Kamis (5/9) kemarin.

Apresiasi yang diserahkan pada forum ‘Internasional Meeting on Best Practice of Ulayat Land Registration in Indonesia and Asean Countries’ yang berlangsung di di The Trans Luxury Hotel Bandung itu, merupakan pengakuan terhadap upaya perlindungan dan penyelamatan tanah ulayat yang dilakukan Pemprov Sumbar selama ini.

Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dalam sambutannya menyampaikan ungkapan terimakasih kepada jajaran Kementrian ATR-BPN yang telah menggagas dan menyelenggarakan pertemuan internasional tentang praktek pendaftaran tanah ulayat Indonesia kepada negara-negara ASEAN.

“Kegiatan ini selain bertujuan untuk menjadi wahana berbagi
pengalaman dan pembelajaran terbaik dalam pendaftaran tanah
ulayat, melainkan juga dapat menunjukkan komitmen nyata dari
pemerintah pusat dan daerah terhadap pengakuan, penghormatan
dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah,” ujar Gubernur Mahyeldi dalam sambutannya,

Orang nomor satu di Sumatra Barat ini menjelaskan, pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, termasuk hak ulayat, tidak hanya dijamin dalam konstitusi Negara Republik Indonesia saja. Melainkan juga telah lama menjadi perhatian dan komitmen global yang tertuang dalam berbagai konvensi internasional.

Seperti The United Nations Charter 1945, dan International Labor
Organization Convention 169 di Geneva Tahun 1989, yang
mendeklarasikan Concerning Indigenous and Tribal Peoples in
Independent Countries.

Lewat program sertifikasi tanah ulayat yang dilancarkan Kementrian ATR-BPN, kata Gubernur Mahyeldi, keberadaan ulayat masyarakat hukum adat di Sumatera Barat yang tersebar di 19 Kabupaten Kota diharapkan mempunyai kepastian hukum dalam penguasaan dan pemanfaatannya.

“Baik bagi kesatuan dan kelompok anggota masyarakat hukum adat, maupun bagi pihak luar yang akan memanfaatkan tanah ulayat, melalui kegiatan pengadministrasian, dan pendaftaran tanah ulayat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat,” jelasnya,

 

Di Sumatera Barat sendiri, kata Gubernur Mahyeldi, Tanah ulayat ini memiliki peran sentral bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, bahkan menjadi salah satu penopang ketahanan nasional ketika terjadi krisis.

Karena masyarakat masih memiliki tanah milik bersama sebagai sumber penghasilan dan penghidupan mereka. Artinya, tanah ulayat juga identitas bagi masyarakat adat yang berdimensi sosial, politik, budaya, dan agama, yang harus dipertahankan karena sebagai penentu eksistensinya.

“Pola pewarisan tanah ulayat (tanah ulayat kaum/suku) menurut garis keturunan matrilineal, juga sejalan dengan konsep wakaf dalam hukum Islam, yaitu wakaf Zdurriyyi atau wakaf untuk keturunan,” ucapnya,

Atas dasar itu, sesuai adat Minangkabau yang berfalsafahkan
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dan Adat Salingka Nagari, tanah ulayat tidak boleh diperjual belikan. Hal itu bahkan juga telah ditegaskan dalam undang-undang.

 

Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sumbar Rifda Suryani menjelaskan, tanah ulayat merupakan sesuatu hal yang sangat sakral bagi masyarakat Sumbar yang memiliki falasafah hidup Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

“Lewat upaya pencatatan tanah ulayat di buku tanah yang dijalankan Kementrian ATR-BPN lewat program sertifikasi tanah ulayat, eksistensi tanah ulayat komunal milik masyarakat hukum adat Sumbar diharapkan punya kepastian hukum dan terlindungi,” ujarnya kepada Haluan Minggu (8/9) kemarin

Rifda Suryani menyebutkan, tanah ulayat di Sumatra Barat merupakan sesuatu yang sangat sakral. Lewat program sertifikasi, negara akan menerbitkan sertifikat atas nama kepemilikan komunal milik suku, kaum, atau nagari sebagaimana yang diatur hukum adat Minangkabau.

Sejak tahun 2023 lalu, Pemprov Sumbar dan para legislator di DPRD telah menetapkan draft Ranperda Tanah Ulayat menjadi Perda. Produk hukum daerah ini, diharapkan akan melindungi status kepemilikan atau pengelolaan tanah ulayat yang ada diseluruh Kabupatan Kota.

“Perda ini merupakan bentuk proteksi atau perlindungan kita agar status kepemilikan tanah ulayat di Sumatra Barat tidak gampang beralih tangan, tergadai atau sebagainya,” ucapnya.

Dengan uniknya status kepemilikan tanah ulayat di Sumbar, kata Rifda, Kementrian ATR BPN bahkan menjadikan Sumbar sebagai daerah percontohan atau Pilot Project penatausahaan tanah ulayat yang sedang berlangsung secara nasional.

Pilot Project Penatausahaan tanah ulayat dilancarkan Kementrian ATR-BPN di tiga Nagari di Sumatra Barat yang berada di wilayah Kabupaten Agam, Tanah Datar dan Limapuluh Kota.

Keberhasilan penata usahaan di tiga wilayah kelola masyarakat hukum adat ini, ditargetkan akan menjadi percontohan dan diadopsi wilayah lainnya di tanah air.

Rifda Suryani menegaskan, tanah ulayat adalah salah satu keunikan budaya masyarakat hukum Sumatra Barat yang harus dihormati, dijaga dan dilestarikan. Bentuk kongkritnya adalah pencatatan atau pembuatan sertifikat.

“Sertifikat komunal diterbitkan atas nama suku, kaum, nagari atau sebagainya. Disana dicantumkan nama Mamak Kapalo Warih yang sesuai dengan Ranji resmi yang tercatat di Lembaga Kerapatan Adat Nagari atau KAN,” jelasnya.

Setiap keputusan yang berkaitan dengan peralihan status, mekanisme pengelolaan dan lain sebagainya, harus diketahui dan mendapatkan persetujuan dari nama-nama mereka yang tertulis dalam ranji resmi suku komunal.

“Lewat pengesahan Perda tanah ulayat serta dukungan penuh yang kita berikan kepada Kementrian ATR-BPN, kita berharap tanah ulayat yang menjadi identitas dan keunikan masyarakat hukum adat Sumatra Barat terlindungi dan terproteksi oleh negara,” pungkasnya. (*).

Exit mobile version