PADANG, HARIANHALUAN.ID – Penasehat Hukum dari terpidana Davitson yaitu Erizal Efendi, SH MH menyebutkan bahwa kliennya tidak mendapatkan keadilan dalam proses hukum dan tidak mendapatkan hak yang sama. Proses hukum tersebut yaitu dalam hal pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) RI dalam perkara terkait kasus penyelewengan dana hibah KONI Padang.
“Dasar dari pengajuan PK ini adalah dalam putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap. Davitson selaku terpidana sedang menjalani hukumannya sejak September 2023 hingga kini. Secara hukum dia mempunyai hak yaitu upaya hukum luar biasa yaitu mengajukan PK,” ujar Erizal kepada Haluan, Kamis (12/9).
Ia menerangkan, bahwa alasan pihak pengadilan yaitu bundel berkas belum turun. Padahal, menurut Erizal, syarat untuk melakukan upaya hukum luar biasa yaitu PK sudah lengkap dan sudah bisa dilakukan.
“Jadi dengan alasan tersebut, klien kami belum bisa melakukan pengajuan PK dan harus menunggu bundel turun dari MA. Artinya, tidak ada perlakuan hukum yang sama dan tidak mendapatkan keadilan yang sama. Padahal, jika sudah ada putusan dari MA dan berkekuatan hukum tetap maka sudah bisa dilakukan PK,” tambahnya.
Erizal menyebutkan, alasan pengajuan PK dari Davitson yaitu adanya kekhilafan dari hakim atau kekeliruan nyata. Kemudian, dalam mengadili memberi putusan dengan amar menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi penuntut umum dari Kejari Padang.
“Jadi jika menolak permohonan kasasi harusnya MA menguatkan putusan pengadilan. Berbeda dengan menerima permohonan kasasi, maka MA bisa menambah,” ucapnya lagi.
Sementara itu, Erizal juga mempertanyakan soal pemindahan terpidana dari LP Anak Air Padang ke LP Padang Panjang. Dalam hal tersebut, pihaknya juga sudah melayangkan surat kepada KemenkumHAM untuk memindahkan kembali Davitson ke Rumah Tahanan Anak Air Padang.
“Dengan dipindahkannya Davitson ke Rutan Padang Panjang maka mempersulit proses pengajuan PK klien kami. Jadi untuk mempermudah pengajuan PK, kami memohon Davitson dikembalikan ke Rutan Anak Air Padang,” pungkasnya.
Pada pemberitaan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Padang, mengeksekusi putusan MA RI terhadap mantan Ketua KONI Padang Agus Suardi terkait kasus penyelewengan dana hibah KONI Padang.
Dalam putusan kasasinya MA memperberat hukuman Agus Suardi yang berstatus sebagai terpidana kasus penyelewengan dana hibah KONI Padang tahun anggaran 2018 hingga 2020 yang berasal dari APBD kota setempat. Agus Suardi alias Abien dihukum oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Padang selama 2,5 tahun pada 2022 lalu.
Atas putusan tersebut pihak Kejaksaan lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang akhirnya MA memperberat hukuman terpidana menjadi 5 tahun kurungan, denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp748 juta.
Sebab pada akhir Agustus lalu Kejari padang juga telah menerima salinan putusan kasasi terhadap dua terpidana lainnya atas nama Nazar dan Davitson.
Dalam putusannya MA juga memperberat hukuman bagi kedua terdakwa yakni selama tiga tahun enam bulan penjara, dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Pada peradilan tingkat pertama kedua terpidana yang menjabat sebagai mantan Wakil Ketua KONI dan Wakil Bendahara I KONI hanya divonis hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Pada bagian lain, perkara yang menjerat ketiga terpidana adalah penyelewengan dana hibah KONI Padang untuk tahun anggaran 2018 hingga 2020 yang berasal dari APBD kota setempat.
Dari hasil audit terungkap bahwa terdapat dana sebesar Rp3,1 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya. (*)