PADANG, HARIANHALUAN.ID — Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan bahwa anggaran menjadi biang keladi tidak berjalannya pembinaan atlet-atlet Sumbar, terutama yang akan mengikuti ajang Pekan Olahraga Nasional (PON). Tidak mencukupinya dukungan anggaran dari pemerintah daerah (pemda) telah memaksa cabor-cabor melaksanakan pembinaan secara mandiri.
Sekretaris Umum KONI Sumbar, Alnedral, mengakui bahwa ada penurunan prestasi yang cukup signifikan dari kontingen Sumbar pada PON XXI. Hal ini juga tak terlepas dari kenyataan bahwa sejumlah cabang olahraga (cabor) andalan Sumbar, yang biasanya menjadi langganan peraih medali emas, tahun ini gagal menyumbangkan emas. Beberapa cabor tersebut seperti selancar, paralayang, pencak silat, dan tarung drajat.
Ia menyebut, KONI Sumbar telah membuat perencanaan dengan baik. Hanya saja hal itu terhalang oleh pendanaan. Jika pendanaan sesuai yang telah direncanakan, ia yakin pembinaan terhadap atlet dapat dilakukan secara maksimal oleh KONI.
“Pengurus dan ofisial telah bekerja maksimal, walaupun mereka bekerja secara mandiri. Kami melihat kalau dibandingkan atlet kita, atlet daerah lain performanya lebih baik. Artinya secara pembinaan kita kurang maksimal, ya karena anggaran minim. Selain itu, juga ada beberapa kendala teknis seperti lokasi masing-masing venue di dua daerah penyelenggara yang jauh, sehingga juga ikut mempengaruhi kondisi fisik atlet,” katanya kepada Haluan, kemarin.
Alnedral menyebut, KONI Sumbar menganggarkan sebesar Rp12 miliar ditambah Rp16 miliar dari anggaran APBD Perubahan. Namun nyatanya sampai saat ini dana tambahan tersebut belum cair. Sehingganya KONI Sumbar tidak bisa melaksanakan pelatda untuk atlet sebagai persiapan untuk menghadapi PON XXI.
“Kami tidak bisa melaksanakan pelatda karena anggaran tidak cukup. Sehingga cabor-cabor melakukan latihan secara mandiri. Makanya kita harus bersyukur dengan prestasi yang diraih ini sudah luar biasa di tengah keterbatasan anggaran yang dihadapi. Memang secara kuantitas turun dari PON sebelumnya, namun kondisi sangat jauh berbeda,” ujarnya.
Ia tidak melihat turunnya prestasi kontingen Sumbar pada PON ini disebabkan oleh atlet Sumbar yang pindah ke daerah lain. Sebab, atlet yang pindah tersebut sudah pindah jauh sebelum perhelatan PON. Terlebih jika dengan pembinaan yang tepat, ini bisa menjadi kesempatan untuk melahirkan atlet potensial sebagai regenerasi bagi atlet senior, bahkan yang pindah daerah.
“Atlet yang pindah ke daerah lain bukan faktor utama kontingen Sumbar menurun dalam hal meraih medali, karena mereka dua atau tiga tahun sebelum PON Aceh-Sumut sudah tidak lagi di Sumbar. Walaupun beberapa atlet itu berhasil meraih medali pada PON, tapi tetap saja persiapan atlet kita yang kurang matang karena terkendala anggaran,” ujarnya.
Di lain pihak, ia melihat perlunya menanamkan cinta terhadap daerah agar atlet tidak pindah ke daerah lain. Selain itu, atlet-atlet harus diikat dengan ketentuan dan aturan sehingga atlet tidak bisa semena-mena pindah-pindah daerah.
“Jika sejak awal kami sudah tanamkan cinta ke daerah sendiri. Kami perhatikan kebutuhan para atlet. Sebenarnya faktor atlet pindah itu disebabkan oleh provokator dengan iming-iming biaya pembinaan yang besar,” ujarnya. (*)