Homoseksual Diperkirakan Masih Mendominasi Kasus HIV/AIDS di Sumbar

Ketua Tim Penanganan HIV/AIDS Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil Padang, Raveinal, SpPD. IST

PADANG, HALUAN – Ketua Tim Penanganan HIV/AIDS Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil Padang, Raveinal, memperkirakan bahwa sekitar 75 persen penderita HIV/AIDS mendapatkan penularan dari aktivitas menyimpang Lelaki Seks Lelaki (LSL). Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar mencatat, hingga Oktober 2021, setidaknya 2.704 warga Sumbar tengan menjalani pengobatan karena HIV/AIDS.

Di RSUP Dr. M. Djamil sendiri, sebut Raveinal, sekitar 450 pasien penderita HIV/AIDS tengah menjalani rawat jalan. Data diperoleh berdasarkan angka kunjungan pasien yang kontrol ke rumah sakit tersebut. “Sebelumnya ada dua pasien yang dirawat inap, tetapi informasi terakhir satu orang sudah boleh pulang,” ujar Raveinal kepada Haluan, Senin (29/11).

Raveinal memperkirakan, penyebab penularan HIV/AIDS masih didominasi oleh perilaku LSL atau homoseksual, dengan persentase mencapai 75 persen dari seluruh angka kasus. Selain itu, penyebab lain pasien terkena HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas dengan lawan jenis atau heteroseksual, pemakaian narkoba dengan jarum suntik, serta sebab faktor keturunan.

“Usia rata-rata pengidap HIV/AIDS ini berkisar 25 hingga 49 tahun. Angka berkisar pada masyarakat usia produktif. Mengingat persentase tertinggi penyebab HIV/AIDS adalah LSL, maka pengasuhan keluarga terhadap anak dan remaja sangat perlu diperhatikan, agar orientasi seksual anak dan remaja kita tidak menyimpang,” katanya lagi.

Raveinal juga menjelaskan, bahwa pasien pengidap HIV/AIDS masih memiliki harapan hidup yang cukup baik layaknya manusia pada umumnya. Namun, setiap pasien memang diwajibkan untuk teratur mengonsumsi obat-obat yang telah disediakan, sesuai dengan resep dari dokter.

Ia juga mengimbau, agar masyarakat yang berisiko terkena HIV/AIDS agar segera memeriksakan diri ke rumah sakit. Sehingga, penanganan secara dini bisa dilakukan dan meminimalisir efek yang lebih buruk dari penularan virus tersebut.

“Kesulitan yang dihadapi dalam penanganan HIV/AIDS itu karena biasanya pasien yang lost follow up. Atau, berhenti mengonsumsi obat. Ini sering terjadi karena pasien beranggapan kondisi kesehatannya sudah membaik,” tuturnya lagi.

Total 543 Kematian

Sebelumnya diberitakan, Dinkes Sumatra Barat mencatat hingga Oktober 2021 terdapat 2.704 warga Sumbar yang mengidap HIV/AIDS. Dengan jumlah sebanyak itu, Sumbar menempati posisi 15-20 dari 35 provinsi di Indonesia dengan jumlah penderita HIV/AIDS terbanyak.

Kasi Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Sumbar, Joni Iswanto menyebutkan, 2.704 penderita HIV/AIDS tersebut merupakan pasien yang sedang dan telah menjalani pengobatan. Sementara itu, total kematian akibat HIV/AIDS selama 2021 tercatat sebanyak 543 orang.

Ia menambahkan, kasus HIV/AIDS tidak bisa dibandingkan per tahun. Hal itu karena kasusnya kumulatif atau bertambah terus. “Jadi, kami tidak bisa bilang jumlah kasus tahun ini meningkat atau menurun dibanding tahun lalu,” katanya kepada Haluan.

Ada pun untuk sebaran kasus HIV/AIDS di Sumbar, kasus terbanyak disumbangkan oleh Kota Padang, Kota Bukittinggi, dan Kota Solok. Sementara di kabupaten/kota lain, kasus HIV/AIDS tercatat tidak terlalu signifikan.

Lebih jauh ia menerangkan, penularan HIV/AIDS biasanya terjadi akibat hubungan seksual berisiko, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan kontak dengan cairan tubuh orang terinfeksi.

Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sumbar, Yun Efiantina menambahkan, obat HIV atau yang biasa disebut terapi Antiretroviral (ART) telah tersedia secara gratis di Dinkes Sumbar. “ART bukan untuk menyembuhkan, tapi untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang terkena HIV dan menurunkan risiko penularannya,” ucapnya.

Ia menambahkan, bagi orang-orang yang merasa dirinya berisiko, pihaknya melakukan konseling dan mendorong agar melakukan tes HIV. Konseling bertujuan agar dapat dilakukan terapi sedini mungkin serta screening pencegahan untuk ibu hamil dan penderita penyakit-penyakit dengan penurunan imunitas.

Dinkes Sumbar untuk itu mengimbau masyarakat menghindari faktor resiko dan menghilangkan stigma menghindar dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Sedangkan untuk penderita HIV tidak perlu malu membuka diri, karena HIV bukanlah aib dan tidak beda dengan penyakit-penyakit lain.

Terpisah, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sumbar, dr. Pom Harry Satria mengimbau, agar masyarakat tidak lalai menjaga kesehatan dari penyakit menular lain, seperti HIV/AIDS. Meskipun saat ini dihadapkan dengan kondisi pandemi Covid-19, tapi edukasi menjaga dari penyakit menular tetap dilakukan.

“Tantangan kita tidak jauh berbeda. Meskipun saat pandemi kita jangan sampai lalai untuk melakukan perlindungan diri baik dari penularan Covid-19 maupun penularan penyakit tertentu, seperti HIV/AIDS,” ucapnya.

Selain itu, proses yang berkaitan dengan screening tetap digiatkan untuk mencari kasus-kasus yang mempunyai resiko penderita HIV/AIDS. Ia menambahkan, penularan HIV/AIDS berkaitan dengan perilaku hidup sehat dan aktivitas seksual yang sehat.

Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak menjauhi ODHA, namun menjauhi penularan penyakitnya. Dukungan bagi penderita HIV/AIDS sangat dibutuhkan, karena saat mengucilkan ODHA, artinya masyarakat telah melakukan diskriminasi dan ketidakadilan.

“HIV/AIDS itu bukanlah penyakit yang membuat kita menjauhi orang yang bersangkutan. Karena hak, kewajiban, dan harapan yang berkaitan dengan individual penderita tidak ada bedanya dengan masyakat umum. Namun, yang kita jaga adalah jangan sampai tertular. Penderita harus tetap mendapat dukungan sosial dan perlakuan yang sama di semua kesempatan baik pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya,” tutur dr. Pom. (h/mg-riz)

Exit mobile version