PADANG, HARIANHALUAN.ID— Konflik agraria antara masyarakat Nagari Kapa, Pasaman Barat dengan PT Permata Hijau Pasaman (PHP 1) kembali memanas Jumat (4/10/2024) siang.
Sebanyak sembilan orang warga Nagari Kapa termasuk enam perempuan dikabarkan ditangkap dan dibawa ke Mapolda Sumbar usai mencoba menghalang-halangi pihak perusahaan yang masuk ke dalam areal perkebunan.
Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiki mengatakan, sekitar pukul 09.00 WIB, PT. PHP 1 dikawal kepolisian, masuk ke lahan yang masih berstatus sengketa untuk melakukan pengamanan. Warga yang tengah beraktivitas di ladang dihalangi untuk bertani.
“Selain itu, sembilan warga yang terdiri dari enam perempuan dan tiga laki-laki ditangkap. Tak hanya itu, posko petani yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan, serta musala yang berada di lahan tersebut, dirobohkan secara paksa,” tambah Diki.
Tindakan ini menuai kecaman dari berbagai pihak. Menurut Diki, aparat kepolisian dinilai tidak netral dalam menangani kasus ini dan justru berpihak pada perusahaan.
“Seharusnya pihak kepolisian bisa menjadi mediator dalam penyelesaian konflik, bukan malah mendukung upaya paksa perusahaan. Kami sangat menyayangkan tindakan kekerasan dan penangkapan yang terjadi,” tegasnya.
Diki menekankan penyelesaian konflik agraria ini membutuhkan dialog yang lebih adil, tanpa intimidasi atau kekerasan.
“Keberpihakan aparat kepada perusahaan hanya akan memperburuk situasi dan menghambat penyelesaian konflik agraria yang sudah berlarut-larut ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, menjelaskan, konflik agraria yang terjadi di Nagari Kapa sudah berlangsung sejak lama namun sampai saat ini masih belum ada penyelesaian tuntas.
“Konflik di Nagari Kapa sudah berlangsung sejak tahun 1997 dan hingga kini belum ada penyelesaian yang tuntas. Perseteruan antara masyarakat Kapa dan PT. Permata Hijau Pasaman terus berlarut-larut,” ujarnya.
Menurut Diki, masyarakat Nagari Kapa telah mengupayakan solusi melalui pengajuan program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) sesuai dengan Peraturan Presiden tahun 2023.
Langkah ini diharapkan dapat menyelesaikan konflik agraria yang telah terjadi selama 27 tahun tersebut, namun hingga kini upaya tersebut belum membuahkan hasil. (*)