Sembilan Petani Ditangkap Seruan Solidaritas#BebaskanPetaniKapa Menggema

Seruan #BebaskanPetaniKapa menggema di jagad media sosial sebagai bentuk protes atas sembilan petani ditangkap oleh aparat.

Seruan #BebaskanPetaniKapa menggema di jagad media sosial sebagai bentuk protes atas sembilan petani ditangkap oleh aparat.

PADANG, HARIANHALUAN.ID— Seruan #BebaskanPetaniKapa dan #PetaniKapaBerhakAtasTanah menggema di jagad media sosial sebagai bentuk protes atas sembilan petani ditangkap oleh aparat.

Aksi solidaritas ini dipicu penangkapan 9 petani termasuk 6 perempuan yang dianggap menghalang-halangi pihak perusahaan PT. PHP 1 yang diback Up aparat kepolisian masuk kedalam lahan sengketa.

Dalam kejadian letusan konflik agraria kali ini, posko petani yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan, serta sebuah musala yang berada di lahan garapan warga juga telah dirobohkan paksa.

“Alerta!!, Sembilan orang kawan-kawan kita ditangkap dan di bawa ke Polda Sumbar. ini adalah bentuk kriminalisasi dan intimidasi yang dilakukan Polda Sumbar dan Polres Pasaman Barat,” tulis postingan akun Instagram SolidaritasMasyarakatKapa.

Atas tindakan penangkapan semena-mena yang dilakukan pihak kepolisian dan pihak perusahaan, solidaritas masyarakat Kapa mendesak agar rekan mereka segera dilepaskan.

“Bebaskan kawan-kawan kami. Mereka saat ini hanya sedang memperjuangkan haknya atas tanah. Atas ketimpangan penguasaan lahan yang dilakukan oleh PT PHP 1,” tulisnya

Dalam seruannya, solidaritas masyarakat Kapa juga meminta Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas semua anggota Polda Sumbar dan Polres Pasaman yang telah
membekingi PT PHP 1 dalam upaya melakukan penanaman bibit kelapa sawit di lahan perjuangan masyarakat.

“Copot Kapolda Sumbar dan Kapolres Pasaman Barat atas peristiwa penangkapan 9 orang masyarakat petani pejuang nagari Kapa. Dimana ini adalah bentuk tidak netral nya kepolisian sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat sesuai dengan Tribrata Polisi itu sendiri,” tulisnya.

Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiki mengatakan, pristiwa penangkapan petani terserbut berawal saat PT. PHP 1 dikawal kepolisian, masuk ke lahan yang masih berstatus sengketa untuk melakukan pengamanan. Warga yang tengah beraktivitas di ladang dihalangi untuk bertani. 

“Selain itu, sembilan warga yang terdiri dari enam perempuan dan tiga laki-laki ditangkap. Tak hanya itu, posko petani yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan, serta musala yang berada di lahan tersebut, dirobohkan secara paksa,” tambah Diki.

Tindakan ini menuai kecaman dari berbagai pihak. Menurut Diki, aparat kepolisian dinilai tidak netral dalam menangani kasus ini dan justru berpihak pada perusahaan. 

“Seharusnya pihak kepolisian bisa menjadi mediator dalam penyelesaian konflik, bukan malah mendukung upaya paksa perusahaan. Kami sangat menyayangkan tindakan kekerasan dan penangkapan yang terjadi,” tegasnya.

Diki menekankan  penyelesaian konflik agraria ini membutuhkan dialog yang lebih adil, tanpa intimidasi atau kekerasan. 

“Keberpihakan aparat kepada perusahaan hanya akan memperburuk situasi dan menghambat penyelesaian konflik agraria yang sudah berlarut-larut ini,” ujarnya. 

Ia menjelaskan, menjelaskan, konflik agraria yang terjadi di Nagari Kapa sudah berlangsung sejak lama namun sampai saat ini masih belum ada penyelesaian tuntas.

“Konflik di Nagari Kapa sudah berlangsung sejak tahun 1997 dan hingga kini belum ada penyelesaian yang tuntas. Perseteruan antara masyarakat Kapa dan PT. Permata Hijau Pasaman terus berlarut-larut,” ujarnya saat konferensi pers di Kantor LBH Padang.

Exit mobile version