Mentawai Jangan Hanya Jadi “Komoditas”

Wakil Ketua FORMMA Sumbar, Yosafat Saumanuk.

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Wakil Ketua Forum Mahasiswa Mentawai (FORMMA) Sumatera Barat (Sumbar) Bidang Pemerintahan, Yosafat Saumanuk mengaku terkejut mendengar keputusan pemerintah pusat yang menyatakan Kabupaten Kepulauan Mentawai telah lepas dari status daerah tertinggal.

“Terus terang kami terkejut dengan pernyataan itu. Apa dasar dan indikator yang digunakan pemerintah sehingga berani menyatakan Mentawai bukan lagi daerah tertinggal?” ujarnya kepada Haluan, beberapa waktu yang lalu.

Selaku tokoh muda masyarakat adat Kabupaten Kepulauan Mentawai, Yosafat Saumanuk menegaskan, klaim tersebut jelas sangat tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami masyarakat Mentawai. Untuk itu, menurutnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mentawai harus buka suara perihal keputusan mencengangkan pemerintah pusat ini.

“Jangan sampai keluarnya Mentawai dari status daerah tertinggal ini hanya menjadi klaim-klaim kosong di tahun politik. Fakta di lapangan justru tidak sesuai dengan narasi yang beredar,” katanya.

Selama 79 tahun Provinsi Sumbar berdiri, kata Yousafat, di Kabupaten Kepulauan Mentawai hingga kini listrik masih belum menyala selama 24 jam penuh. Begitupun dengan sinyal jaringan telekomunikasi dan internet yang belum sepenuhnya bagus.

 “Masih ada lampu yang tidak menyala, sinyal jelek, dan jalanan jelek di Mentawai. Jadi jangan seolah-olah ini hanya sengaja di-framing tapi tidak sesuai dengan kenyataan,” katanya.

Yousafat mengakui, di tahun politik seperti ini, lepasnya Mentawai dari status daerah tertinggal sangat seksi sekali bagi para politisi. Lewat penetapan status baru ini, Pemprov Sumbar seolah-olah telah berhasil mengentaskan Mentawai dari status tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

“Jadi, jangan hanya jadi buah bibir saja, sehingga Sumbar seolah-olah telah clean dari status 3T. Padahal kami sampai saat ini masih tertinggal. Pemerintah pusat itu hanya dapat laporan saja. Tidak pernah turun ke lapangan,” tuturnya.

Ia menegaskan, masyarakat Mentawai selama ini telah lelah dan bosan terus-menerus dijadikan sebagai komoditas dagangan politik tanpa adanya langkah kongkret pemerintah di segala tingkatan untuk mengeluarkannya dari status 3T.

Hal itu berkaitan erat dengan masih banyaknya persoalan yang perlu dituntaskan pemerintah daerah di Mentawai. Terutama dalam hal penyediaan layanan dasar bagi warga negara.  “Ada banyak hal yang perlu diselesaikan di Mentawai. Kalau memang pemerintah daerah serius, bagaimana dengan ketersediaan jaringan listrik, sinyal internet, dan lain sebagainya di Mentawai,” katanya.

Dengan situasi dan kondisi masyarakat Mentawai yang sampai saat ini masih hidup di tengah keterbatasan, Yousafat menilai keputusan terbaru Mendes PDTT terkait status Mentawai tidak ubahnya seperti klaim kosong sarat pencitraan saja.

“Ini sangatlah lucu. Indikator tertinggalnya tidak jelas, begitupun dengan indikator sudah tidak tertinggalnya. Pemerintah pusat hanya menerima laporan saja dan tidak pernah turun ke lapangan. Janganlah pencitraan. Kami di Mentawai sudah bosan terus-terusan dijadikan dagangan politik,” ujarnya. (*)

Exit mobile version