Kasus Kekerasan pada Anak Perlu Langkah Preventif

Masih maraknya kasus kekerasan pada anak membutuhkan tindakan preventif oleh seluruh pihak. Sepanjang 2024 tercatat 20 kasus kekerasan

Masih maraknya kasus kekerasan pada anak membutuhkan tindakan preventif oleh seluruh pihak. Sepanjang 2024 tercatat 20 kasus kekerasan

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Masih maraknya kasus kekerasan pada anak membutuhkan tindakan preventif sesegera mungkin oleh seluruh pihak. Sepanjang 2024 tercatat 20 kasus kekerasan pada anak di Kota Padang.

Pengamat perilaku menyimpang dari Universitas Negeri Padang (UNP), Erianjoni melihat bahwa Sumatra Barat sudah masuk ke dalam kategori darurat kekerasan di mana kekerasan paling banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat. 

“Kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat menandakan adanya masalah dalam tali kekeluargaan. Bagaimana seorang ayah tega melakukan kekerasan fisik maupun kekerasan seksual kepada anak sendiri hingga hamil dan melahirkan bahkan itu terjadi secara berulang,” katanya, Selasa (22/10). 

Lemahnya perlindungan terhadap anak dikarenakan oleh keluarga inti seolah melepaskan diri dari keluarga luas atau keluarga kaum, sehingga tidak adanya keterbukaan sosial antara keduanya. 

“Saat tidak ada keterbukaan sosial antara keluarga inti dan keluarga kaum, maka saat terjadi permasalahan seperti kekerasan atau penyimpangan lainnya, mereka juga tidak peduli. Terlebih lagi sekarang orang-orang semakin individualis. Jadi kalau ada masalah dalam keluarga orang lain, mereka tidak mau ambil pusing,” ujarnya. 

Erianjoni menyebutkan, di samping kasus kekerasan yang sudah diberikan pendampingan, masih banyak sekali kasus kekerasan yang bahkan tidak dilaporkan sehingga terjadilah fenomena gunung es. 

“Pelaku tindak kekerasan harus dihukum sampai jera. Kemudian, anak harus diberikan pemahaman bahwa ada bagian-bagian tubuh yang pada saatnya sudah tidak boleh lagi disentuh oleh orang lain termasuk keluarga inti. Kemudian, anak juga harus diberikan edukasi bahwa, apabila terjadi indikasi kekerasan, anak harus segera mengadu atau menceritakan hal tersebut, baik kepada ibu, mamak atau kepada orang terdekat lainnya,” ujar Erianjoni. 

Kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat, katanya seringkali terjadi di kalangan keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Tak bisa dipungkiri bahwa buruknya kondisi ekonomi bisa menimbulkan emosi negatif yang bisa dilampiaskan langsung kepada orang terdekat.

Minimnya pengetahun mengenai dampak kekerasan dan sikap antipati masyarakat terhadap perilaku kekerasan turut menjadi sebab kasus tersebut tak pernah habis dan terus muncul sampai sekarang ini.

“Tetangga, teman, bahkan keluarga harus proaktif melaporkan apabila melihat adanya indikasi kekerasan terhadap seseorang. Harus ada kerja sama, tidak bisa kita hidup individualis sebetulnya. Bahkan, saat ini pelaku kekerasan tak pandang bulu. Perempuan, laki-laki, anak-anak bahkan orang dewasa menjadi korban,” katanya. 

Dikatakannya, banyaknya kasus kekerasan yang terjadi memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan pihak yang berwajib.

Terpisah, Kepala DP3AP2KB, Eri Sanjaya membenarkan bahwa, kasus kekerasan kepada perempuan dan anak di Kota Padang terus terjadi. Ia menyebutkan, yang menjadi catatan kasus kekerasan adalah rata-rata pelakunya merupakan orang terdekat. 

“Ini menjadi catatan, rata rata kekerasan yang terjadi pada anak ataupun perempuan justru dilakukan oleh orang-orang terdekat dalam artian masih ada hubungan keluarga. Ini menandakan secara umum status sosial di tengah masyarakat kemudian hubungan antarmasyarakat juga memiliki peranan yang sangat penting,” katanya. 

Ia menyebutkan, laporan kasus kekerasan pada anak yang sudah ditangani hingga Oktober sebanyak 20 kasus. “Rata-rata penyelesaian kita sampai pada pengantaran pada panti rehabilitasi. Ada juga anak-anak yang diselamatkan kemudian mendapatkan arahan dari wali kota untuk dibina pada tempat yang benar-benar memberikan perlindungan yang maksimal,” ujarnya. (*)

Exit mobile version