PADANG, HARIANHALUAN.ID— Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat atau Kejati Sumbar mengungkapkan kerugian negara akibat korupsi berjamaah pembebasan lahan tol Padang-Sicincin mencapai Rp27 miliar dengan jumlah tersangka sebanyak 11 orang.
Asisten Intelijen Kejati Sumbar, Efendri Eka Saputra menyampaikan, berdasarkan hasil audit BPK kerugian negara dari korupsi ganti lahan untuk pembangunan jalan tol Padang-Sicincin sebesar Rp27 miliar.
“Total tersangka ada 12 orang. Namun, satu orang tersangka diketahui telah meninggal dunia,” ujarnya.
Ia menyebutkan, 11 tersangka yang datang tersebut antara lain S selaku Ketua Pelaksana Pengadaan (P2T) Tanah sekaligus mantan Kakannwil BPN Sumbar dan Y selaku anggota P2T.
Keduanya merupakan pejabat BPN/ATR. Sementara sembilan tersangka lainnya adalah warga penerima ganti rugi, yakni M, B, Z, AM, MN, A, S, S, dan Z. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan bukti permulaan yang dinilai mencukupi, maka penyidik melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka. Sementara 9 orang lainnya berstatus tahanan kota.
“Khusus untuk dua tersangka yang berlatar belakang pejabat BPN ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Padang,” sambungnya.
Ia menerangkan, alasan penahanan secara subjektif karena khawatir tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Sedangkan alasan objektif adalah tindak pidana yang menjerat kedua tersangka berupa pidana yang diancam penjara lima tahun atau lebih.
“Terhadap sembilan tersangka lainnya penyidik menetapkan tahanan kota karena tim sedang mengupayakan pengembalian keuangan negara. Selain itu mereka dinilai kooperatif sejak panggilan pertama pada 17 Oktober 2024,” ujarnya.
Kasus itu berawal saat adanya proyek pengadaan tanah untuk pembangunan tol Padang-Pekanbaru Seksi I Padang Sicincin tahun 2020 dan 2021.
Negara menyiapkan uang sebagai pembayaran ganti rugi tanah yang terdampak pembangunan jalan tol. Dalam proses pengadaan tanah itu tersangka tetap memproses pengadaan tanah untuk proyek tol Padang-Pekanbaru sebanyak empat kali, yaitu pada Februari dan Maret 2021.
Padahal sudah ada pemberitahuan dari Asisten III Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman bahwa tanah yang akan diganti rugi adalah aset milik pemerintah daerah, bukan milik orang per orang.
Dalam hal ini, aset yang dimaksud adalah Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) milik Pemkab Padang Pariaman yang berlokasi di Parit Malintang.
Perbuatan tersangka S dan Y itu akhirnya menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp27 miliar, sebagaimana hasil audit dari BPKP.
Perbuatan tersangka juga telah memperkaya 10 orang yang menerima ganti rugi, padahal bukan pihak yang seharusnya menerima pembayaran ganti rugi dari negara.
Tim penyidik menjerat para tersangka dengan primer melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsider pasal 3 Jo 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sebelumnya, Kejati Sumbar telah melakukan eksekusi terhadap 13 orang terpidana tindak pidana korupsi pembayaran ganti rugi pembebasan lahan untuk jalan tol di Lahan Taman Kehati berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA), walaupun pada persidangan di Pengadilan Negeri Padang terdakwa dibebaskan oleh Majelis Hakim.
Para Terpidana yang telah dieksekusi oleh kejaksaan itu adalah penerima ganti rugi, yakni BK, MR, SP, KD, AH, RF, SY, dan SA yang juga merupakan perangkat pemerintahan nagari. Kemudian, SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan nagari, YW aparatur pemerintahan di Padang Pariaman, serta J, RN, US, dari BPN selaku panitia pengadaan tanah. (*)