Sementara itu, Ketua Harian Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Minang (IKM) Andre Rosiade pun telah angkat bicara terkait dengan pemasangan lisensi IKM di Rumah Makan Padang yang memicu kontroversi di media sosial ini.
Andre menegaskan, pemasangan lisensi tersebut merupakan salah satu cara menjaga orisinalitas cita rasa masakan asli Ranah Minang. “Lisensi itu dalam rangka untuk memastikan cita rasa, cita rasa bahwa masakan padang sesuai dengan ciri khas rasa padangnya,” ujar Andre dalam video yang diunggah di instagram resmi pribadinya Jumat (1/11) kemarin.
Dalam video itu Andre menegaskan bahwa siapa saja boleh berjualan nasi Padang. Pemasangan lisensi tidak hanya diberikan kepada penjual yang berasal dari Minan saja. “Restoran Padang itu boleh dimiliki oleh masyarakat yang bukan orang Minang,” kata anggota Komisi VI DPR itu. Andre juga menegaskan pemberian lisensi itu tidak dipungut biaya alias gratis. Lisensi yang dikeluarkan IKM semata-mata hanya untuk menjaga cita rasa masakan Minang bukan melarang masyarakat lain berjualan nasi Padang.
Sebelumnya, polemik ini muncul usai beredarnya video penertiban rumah makan padang yang tidak dikelola oleh orang Minang oleh sekelompok orang yang tergabung dalam Ormas Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRPMC). Video berdurasi satu menit yang memperlihatkan aksi ormas PRPMC mencopot tulisan “masakan padang” di rumah makan yang tidak dikelola orang Minang itu, memicu kontroversi dan menuai beragam tanggapan dari warganet.
Bahkan ada yang menganggap aksi penertiban serta pemasangan lisensi dari Ikatan Keluarga Minang (IKM) di rumah makan yang dikelola oleh orang Padang asli itu, adalah bentuk rasisme bermotif persaingan bisnis. Ormas PRPMC telah memberikan pernyataan resmi terkait dengan aksi penertiban itu. Dalam keterangan resmi yang beredar, PRPMC menyatakan aksi itu bukanlah Sweeping. Melainkan penolakan terhadap label harga Rp 10 ribu yang dipasang rumah makan Padang yang tidak dikelola oleh orang Minang asli.
Dalam keterangan resminya, PRPMC menegaskan pihaknya tidak melarang orang di luar Minang berjualan nasi Padang. Namun begitu, mereka diingatkan untuk tidak memasang label murah dengan harga Rp 10 ribu. “Assalamualaikum, sanak maaf sabalunnyo Ado yang menanggapi iko sebagai sweeping, tapi kito ndak melakukan sweeping. Pencopotan itu atas kehendak yang punyo, karena menolak pencopotan label harga (10.000),” tulisnya.