Melihat Santri Mengaji Sambil Bertani di Ponpes Nurul Yaqin Ambung Kabur

Santri di Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ambung Kapur pada saat membersihkan salah satu ruang belajar terbuka, Rabu (1/12). SUCI WAHYUNI

Laporan : Suci Wahyuni

Berawal dari memanfaatkan lahan kosong sebagai kebun-kebun kecil untuk bertani, kini Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ambung Kapur menjadi salah satu pilot project korporatisasi pertanian berbasis pesentren oleh pemerintah pusat. Pesantren berharap adanya pendampingan dari pemerintah daerah dalam pengembangan pertanian yang memiliki potensi ekonomi lebih.

Suasana tenang dan lapang begitu terasa saat memasuki Pondok Pesantren Nurul Yaqin  Ambung Kapur di Bukik Kandih Kecamatan VII Koto, Kabupaten Padang Pariaman yang jauh dari jalanan dan kebisingan. Beberapa kelas belajar dibuka tanpa ada sekat dinding. Bangunan sekolah juga dikelilingi kebun-kebun kecil dengan berbagai tanaman.

Sejak dibangun pada 2006 lalu, Pondok Pesantren Nurul Yaqin memang sudah merencanakan konsep pendidikan agama disandingkan dengan keterampilan bertani untuk para santri. Lahan untuk pembangunan pesantren pun dibeli di tanah yang cukup luas agar bisa dimanfaatkan untuk beragrari.

Kepala Pondok Pesantren Nurul Yaqin, Ali Basar menyebutkan, terdapat sekitar 7 hektar lahan pertanian di pondok pesantren, yang dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam oleh santri. Bahkan sejak 2015 lalu Pondok Pesantren Nurul Yaqin sudah memiliki dua kampus untuk aktivitas mengaji dan bertani.

“Ide awalnya untuk mulai memasuki bidang pertanian itu bermula dari pada saat membeli tanah untuk pondok pesantren ini. Jadi pada saat membeli tanah sudah direncanakan dan dicanangkan untuk lokasi pertanian juga. Sehingga nantinya ketika para santri menyelesaikan pendidikannya di pondok, selain pemahaman ilmu agama, para santri juga memiliki keterampilan khususnya dibidang pertanian,” ujar Ali Basar  kepada Haluan.

Setidaknya ada 100 guru dan 740 santri yang terlibat aktif dalam mengembangkan dan merawat pertanian dan perternakan sederhana itu. Mulai dari bercocok tanam sayuran, buah-buahan, hingga peternakan ayam, sapi, dan ikan.

“Semuanya dikelola oleh santri dan guru ada sayuran, buah-buahan seperti pepaya dan manggis yang bisa dijadikan sebagai bahan makanan, dan jika hasilnya melimpah nantinya akan dijual,” ucapnya.

Kegiatan bercocok tanam saat ini masih didominasi oleh para guru, sementara para santri belum dilibatkan sepenuhnya. Sebab, kata Ali, para santri baiknya memiliki bekal pemahaman berupa pelatihan terkait bertani sehingga lebih memudahkan saat mempraktikkannya di lapangan.

Ali Basar menceritakan, kegiatan bertani dan beternak yang dilakukan oleh para santri dan guru seperti biasanya, masih secara manual dan seadanya. Baik dari segi pemahaman atau pun fasilitas penujang.

Ia pun berharap adanya perhatian yang lebih dari pemerintah, sehingga nantinya pengetahuan santri terhadap ilmu pertanian terus bertambah dan diperbaharui. Terlebih Pondok Pesantren Nurul Yaqin sudah ditunjuk sebagai salah satu pengembang skema korporatisasi pertanian berbasis pesantren oleh Kementerian Pertanian.

Bahkan, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi pada Sabtu (1/12) lalu berkunjung lansung ke Pondok Pesantren Nurul untuk melihat program pengembangan pertanian yang mampu mendorong perekonomian pesantren.

“Sejauh ini proses belajar dan bercocok tanamnya masih dilakukan secara manual, setelah kunjungan Wakil Menteri Pertanian kemarin, harapannya semoga ada dari kedinasan seperti dinas pertanian atau instansi terkait yang memperhatikan dan turun langsung untuk menambah pengalaman dan pengetahuan kepada para santri khususnya dalam bidang pertanian,” ujar Ali Basar.

Kementerian Pertanian juga memberikan sejumlah bantuan untuk Pondok Pesantren Nurul Yaqin dalam mengembangkan korporatisasi pertanian berbasis pertanian. Seperti dua unit.

traktor roda dua, dua ekor sapi kemudian sejumlah bibit pohon manggis, pepaya, jengkol, kakao, dan sawit. Ia berharap pengembangan pertanian ini dapat dilakukan sesegera mungkin, sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian pesantren.

Selain pendidikan agama dan kitab, Pondok Pesantren Nurul Yaqin juga mengajarkan pelajaran sekolah formal. Dalam beberap tahun terakhir jumlah pendaftar calon santri terus meningkat. Bahkan kini Pondok Pesantren Nurul Yaqin tidak membuka kelas untuk santri baru dikarenakan keterbatasan asrama.

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi mendorong pemerintah daerah menggaet pesantren dalam mengembangkan pertanian sebagai penggerak ekonomi. Termasuk dalam korporatisasi pertanian berbasis pesantren untuk meningkatkan rantai pasok produk pertanian Tanah Air dalam upaya mengimplementasikan kemandirian ekonomi.

“Kedatangan kami, ingin melihat langsung produk unggulan yang dihasilkan pondok pesantren Nurul Yakin. Model korporasi pertanian berbasis pesantren ini menjadi bukti bahwa peluang usaha disektor pertanian masih terbuka lebar,” kata Harvick saat berkunjung ke Pondok Pesantren Nurul Yaqin.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar Audy menyebutkan pesantren memiliki potensi untuk merambah sektor pertanian dalam penguatan perekonomian. Ia memisalkan, sejumlah pesantren ternama di Jawa mempu menggerakkan perekonomian pondok pesantren lewat sektor pertanian.

“Di Sumbar terdapat lebih 200 pesantren dengan latar balakang masyarakat yang banyak bertani, sehingga dengan demikian pertanian di pesantren di Sumbar juga punya potensi besar untuk dikembangkan. Dinas pertanian bisa melatih santri untuk pertanian. Belum bisa dijual hasilnya juga tidak apa, minimal mengurangi cost operasional internal pondok pesantren,” tuturnya. (h/mg-sci)

Exit mobile version