Minang Mart Nasibmu Kini : Hidup Segan, Mati Tak Mau

Salah satu gerai Minang Mart

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Digagas oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) pada masa kepemimpinan Gubenur Irwan Prayitno, eksistensi ritel lokal, Minang Mart sekarang sudah tak terlihat lagi.

Minang Mart dicetuskan Pemprov Sumbar pada tahun 2016 dengan tujuan untuk membangun ekonomi lokal. Pada awal pendiriannya, Pemprov Sumbar menunjuk tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumbar sebagai pelaksana, yakninya PT. Grafika Jaya sebagai pengelola, Bank Nagari sebagai penyalur modal, dan PT. Jamkrida sebagai penjamin.

Meski telah mengumumkan ke publik akan menjalankan Minang Mart dengan dukungan tiga BUMD, dalam perjalanannya tiba-tiba konsep yang diusung Pemprov Sumbar melenceng dari yang direncanakan.

Tidak berapa lama usai status pendiriannya diumumkan, pengelolaan Minang Mart diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Ritel Moderen Minang (RMM). Sempat menuai pro dan kontra serta penolakan dari berbagai pihak, pengelolaan Minang Mart akhirnya tetap dilanjutkan oleh PT. RMM.

Dikelola oleh PT. RMM, ada puluhan gerai Minang Mart yang sempat diluncurkan di Kota Padang dan beberapa daerah lain di Sumbar. Namun, seiring berjalannya waktu, pelan tapi pasti satu per satu gerai Minang Mart yang ada tersebut rontok. Hingga saat ini, ritel lokal yang diinisiasi pemerintah daerah itu benar-benar hampir tak terlihat lagi keberadaannya.

Dari pantauan Haluan di lapangan, untuk di Kota Padang saat ini hanya ada tiga gerai Minang Mart yang bisa ditemukan. Satu gerai bahkan diketahui sudah berganti nama.

Gerai Minang Mart yang masih tersisa itu satu terdapat di Sungai Lareh, Lubuk Minturun; di Jalan By Pass Kilometer 11; dan di Jalan Kurao, Siteba. Sementara satu gerai di  Indarung diketahui sudah berganti nama.

Menelusuri permasalahan yang dihadapi Minang Mart, tim Haluan mencoba menanyakan hal ini kepada Direktur PT. RMM, Syaiful Bahri, sebagai pihak swasta yang dipercaya mengelola ritel tersebut. Namun, saat dihubungi Syaiful Bahri menolak memberi keterangan terkait perkembangan terkini Minang Mart. “Saya tidak ada waktu,” ujar Syaiful Bahri singkat saat dihubungi via telepon.

Saat ditelusuri ke lapangan terkait kondisi terkini Minang Mart yang masih berdiri, pelaku usaha yang menjalankan juga menolak memberi keterangan. Mereka enggan berkomentar bagaimana perkembangan dan status ritel tersebut saat ini, apakah masih di bawah binaan PT. RMM atau sudah jalan sendiri. “Saya tak bisa menanggapi,” ucap pelaku usaha ritel Minang Mart di Sungai Lareh, Lubuk Minturun saat diwawancarai Haluan, Sabtu (9/11) kemarin.

Sementara dari pihak Pemprov, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Sumbar, Arry Yuswandi juga tak bisa memberi keterangan, lantaran dirinya masih baru di jabatan yang sekarang. Ia menyerahkan agar yang memberikan keterangan adalah Kepala Biro Perekonomian.

Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumbar, Kuartini Deti Putri saat ditanyai persoalan ini juga tidak memberi tanggapan. Ketika coba ditemui di kantornya, Kamis (7/11), Kepala Biro Perekonomian tidak berada di tempat karena ada agenda kerja di Jakarta. Saat dihubungi via telepon, juga tidak ada jawaban. Pesan WhatsApp dari Haluan hanya dibaca. Hingga berita ini diturunkan, tim Haluan masih mencoba mendapatkan konfirmasi dari pejabat terkait.

Di sisi lain, Direktur PT Grafika Jaya Sumbar periode 2023-2027, Abrizaldi saat ditemui Haluan di kantornya pada Rabu (6/11) kemarin juga mengaku tidak mengetahui terkait  keterlibatan PT. Grafika Jaya dalam pengelolaan Minang Mart beberapa waktu lalu.

“Saya  dilantik sebagai Direktur Grafika sejak  tanggal 1 Januari 2023. Saat pertama kali  masuk ke kantor ini pun saya tidak pernah melihat satupun tanda-tanda bahwa Grafika pernah mengelola Minang Mart. Baik itu berupa spanduk, berkas, dan sebagainya,” ucap Abrizaldi.

Sepengetahuan Abrizaldi, Minang Mart memang salah satu program yang pernah dijalankan oleh Pemprov Sumbar dalam upaya melindungi para pelaku UMKM dari serbuan perusahaan ritel raksasa.

Informasi terbatas itupun hanya ia ketahui dari pemberitaan media massa ketika masih belum menjabat Direktur PT Grafika Jaya Sumbar.

“Makanya saya tidak tahu sama sekali terkait pengelolaan Minang Mart ini. Termasuk soal  PT. RMM, keterlibatan tiga BUMD dalam pengelolaan Minang Mart, dan lain sebagainya,” ucap Abrizaldi.

Sementara Direktur Utama PT. Jamkrida Sumbar, Ibnu Fadhli mengatakan, Jamkrida tidak terlibat dalam program Minang Mart yang diusung pemerintah daerah sebelumnya. Sepengetahuannya, hingga kini tidak ada mitra Minang Mart yang mengajukan kredit untuk menjadi mitra.

“Terkait Minang Mart ini saya kurang paham, dulu saya belum terlibat. Saya baru diangkat pada Juni 2022. Pas saya masuk belum ada komunikasi dengan Minang Mart,” ujarnya kepada Haluan, Minggu (10/11).

Ibnu juga mengatakan, berdasarkan data Jamkrida Sumbar, hingga saat ini tidak ada yang menjamin dalam program Minang Mart. “Kalau sepengetahuan di data kami hingga saat ini tidak ada lagi yang menjamin Minang Mart. Artinya, sejak saya menjabat tidak ada nasabah yang masuk untuk program Minang Mart,” ucapnya.

Sebelumnya, Haluan pada 2020 lalu pernah memberitakan bahwa sebanyak 20 gerai Minang Mart di Sumbar ditutup. Gubernur Sumbar kala itu, Irwan Prayitno dalam rapat paripurna interpelasi yang digelar DPRD Sumbar menyebutkan, banyak persoalan yang menyebabkan sejumlah gerai Minang Mart ditutup, mulai persoalan modal hingga sewa tempat yang terlalu mahal.

Saat itu ia mengatakan, Minang Mart yang dikelola PT. RMM merupakan joint venture antara BUMD Sumbar, yaitu PT Grafika Jaya Sumbar (GJS) dan PT Sentra Distribusi Nusantara (SDN). “Pembentukan awal Minang Mart tahun 2016. Dalam akta notaris disepakati penyertaan modal dari PT Grafika senilai Rp2 miliar,” ujarnya.

Sayangnya, tidak ada penyertaan modal oleh PT. GSJ, sehingga modal usaha dari Minang Mart seluruhnya berasal dari PT. SDN Jakarta.

Terkait adanya penutupan sebanyak 20 gerai Minang Mart, karena terkendala mahalnya sewa tempat, pemutusan kontrak kerja, dan pembayaran macet oleh mitra Minang Mart, sehingga menyebabkan PT RMM kesulitan mendapatkan suplai barang dari distributor. (tim)

Exit mobile version