PADANG, HARIANHALUAN.ID – Ketua Asosiasi Pedagang Ritel Sumatera Barat (Apris Sumbar), Sepriadi mengatakan pemerintah daerah harus menerapkan konsep yang jelas sebelum menjalankan suatu program. Seperti contohnya pendirian ritel Minang Mart pada 2016 lalu dengan tujuan untuk membangun ekonomi lokal.
Beberapa tahun usai didirikan satu persatu gerai Minang Mart mulai gulung tikar. Tepatnya, tahun 2019 sebanyak 20 gerai Minang Mart resmi ditutup.
Berbeda dengan Minang Mart yang rontok menghadapi beratnya dinamika persaingan bisnis, ritel-ritel yang didirikan pengusaha lokal justru tumbuh baik dan berkembang pesat di Sumatera Barat.
Ritel-ritel milik pengusaha lokal itu diantaranya Budiman, Aciak Mart, Citra Mart, Grand Citra dan sejumlah yang lainnya. Ritel-ritel yang disebutkan tadi sekarang bisa ditemui hampir di setiap tikungan yang ada di Kota Padang, bahkan ada yang sudah mengembangkan sayapnya ke kabupaten/kota lain di Sumbar.
Ketika berbincang dengan awak Haluan, Sepriadi kembali mengingat saat usulan pendirian swalayan yang diinisiasi oleh salah seorang pengusaha Sumbar tersebut. Pihaknya saat itu sempat mendesak gubernur untuk menyampaikan bagaimana konsep pendirian Minang Mart. Sebab pendirian usaha ritel tidak segampang punya modal dan gerai dibuka.
“Kami mempertanyakan konsep ke gubernur. Minang Mart ini tidak punya konsep awalnya. Hanya berangkat dari diskusi di grup WA untuk memajukan ritel. Lalu diinisiasi oleh sejumlah pihak, bagaimana mendirikan minimarket/swalayan yang menjadi pilot project (percontohan) di Sumbar,” ujar Sepriadi yang juga pemilik ritel baju, tas dan sepatu, Blink Store di Jl. Abdul Muis Jati dan Jl. Gajah Mada Gunung Pangilun ini.
Asosiasi Pedagang Ritel Sumatra Barat yang dikomandoinya sempat menyampaikan ketidaksetujuannya. Sebab konsep tidak jelas, dan ternyata Minang Mart yang dirancang tidak lain adalah Carefour yang berubah wujud.
“Kita sudah prediksi tidak akan bertahan lama, karena manajemen Minang Mart bertindak sebagaii agen atau subdistributor untuk cabang cabangnaya, akan memperpanjang rantai distribusi,” ujarnya.
Menurutnya kesalahan besar saat pendirian ritel ini adalah tidak bersinergi, karena pendirian ritel tidak bisa hanya modal semata.
“Ritel itu marginnya kecil, resiko nya besar, problematika nya tinggi. Kalau barang rusak, dicuri, expired (kadaluwarsa), dimana lagi untung nya. Hal ini harus dipahami dan tidak boleh luput dari pembahasan,” jelasnya.
Ia juga menyayangkan saat ini permasalahan ritel di Sumbar masih saja disibukkan dengan hal-hal mendasar, seperti penguasaan pasar oleh ritel-ritel modern lokal besar.
“Kapan lagi kita akan melakukan edukasi, pembinaan untuk menaikkelaskan UMKM di sektor ritel,” ujarnya.
Ritel Modern Tidak Boleh Berdampingan dengan Pasar
Selain itu, Apris Sumbar juga meminta pemerintah perlu dengan tegasserta konsisten menerapkan setiap peraturan dan perundang undangan yang berlaku terkait ritel.
Salah satu yang menjadi perhatiannya keberadaan ritel-ritel modern besar lokal yang mendominasi pasar dan mengancam keberadaan pasar tradisional.
“Saya harus bersikap objektif, karena dewan kehormatan maupun anggota APRIS juga di antaranya pemilik ritel-ritel modern besar di Sumbar. Namun kita juga harus memihak kepada sektor UMKM kecil,” ujarnya kepada Haluan, Sabtu (9/11).
Ketika ritel-ritel modern besar lokal mulai menggurita, punya cabang hampir di setiap sudut, dikatakannya, ini akan sangat berdampak pada UMKM kecil. Hal ini terkait dengan finansial capital dan bargaining position peritel.
“Untuk bisnis ritel ditentukan oleh financial capital. Dimana semakin besar modal yang dikucurkan, makin kuat dia dan semakin memiliki bargaining position (daya tawar lebih) diantara ritel lain,” jelasnya.
Pemerintah, sambungnya harus berkomitmen melindungi UMKM. Termasuk para calon kepala daerah harus memiliki visi misi di bidang ekonomi dan perdagangan terkait bisnis ritel.
“Sejak zaman Gubernur Gamawan Fauzi, Pemprov dan Pemko sudah sepakat tidak memberikan izin ritel franchise (ritel berjejaring) seperti AlfaMart dan Indomaret. Hal ini sangat positif karena tujuannya untuk melindungi UMKM lokal. Namun dilema disisi lain, ritel modern besar lokal justru mendominasi dan menggurita hampir di setiap sudut,” tuturnya.
Pemerintah menurutnya harus bisa menerapkan regulasi yang jelas, agar tidak terjadi kapitalisasi/kartelisasi akibat ritel modern besar lokal yang menguasai hampir sebagian besar pasar.
Jika jaraknya tidak diatur dan berdekatan dengan pasar tradisional, UMKM kecil akhirnya juga banyak yang gulung tikar.
Polemik ritel ini juga harus jadi perhatian calon kepala daerah (Cakada) yang saat ini sedang berkontestasi. Apris Sumbar sudah mengajak para Cakada untuk berkomitmen perihal regulasi ritel ini. Namun yang menyanggupi baru satu paslon di tingkat provinsi dan di tingkat kota. Ia masih menunggu paslon lain untuk turut berkomitmen membela UMKM dan mengatur ritel agar tidak berbenturan dengan pedagang kecil.
“Kita memberi tantangan para calon agar kebijakannya membawa angin segar untuk ekonomi Sumbar. Sebab sektor ekonomi dan perdagangan adalah urat nadi dalam tumbuh kembangnya sebuah kota,” ucapnya.
Ia juga meminta para calon tidak tersandera akan kepentingan politik ataupun kepentingan bisnis anggota mereka sehingga bersikap adil dan tidak tebang pilih.
Penerapan kebijakan pasar tradisional dan ritel modern tidak boleh bersebelahan harus lebih ditegaskan. Tidak hanya sebuah tulisan di atas kertas saja.
“Kita harus cermat memahami modernisasi. Karena ada sebab akibatnya. Saat ritel raksasa dengan modal besar dibangun di dekat pasar tradisional, toko-toko di sebelahnya mati,” katanya.
Satu hal yang perlu digarisbawahi, sambung Sepriadi, jika banyak usaha-usaha kecil tutup akan berpengaruh pada ekonomi suatu daerah. Ekonomi terganggu erat kaitannya dengan keamanan dan ketertiban masyarakat. Bukan tidak mungkin saat ekonomi sulit, memicu kriminalitas.
“Harapan Apris Sumbar, pemerintah maupun cakada yang saat ini mencalonkan diri harus inklusif dan kolaboratif membangun Kota. Kita tidak dipihak manapun. Karena ritel-ritel modern besar lokal itu juga anggota Apris, namun harapan kita bisa bergandengan tangan dan berkolaborasi. Dan tidak terjadi gap antara ritel besar dan UMKM kecil ” tuturnya. (*)