Belajar Dari Kegagalan Minang Mart, Pemerintah Jangan Ikut Berbisnis

Anggota Komisi III DPRD Sumbar, Nofrizon

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Anggota Komisi III DPRD Sumbar, Nofrizon berpandangan, Minang Mart yang dicetuskan pada masa jabatan Gubernur Irwan Prayitno merupakan salah satu program gagal yang diusung oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar.

“Ketika Pemprov mengusulkan ide program tersebut mayoritas anggota DPRD menolak. Namun gubernur saat itu bersikeras memaksakan dan beranggapan bahwa program yang diusulkan itu dapat menguntungkan bagi pemprov,” ujarnya, Minggu (10/11).

Terkait Minang Mart, sebelumnya ia telah memprediksi bahwa program tersebut tidak akan berjalan dengan baik karena tidak dikelola oleh orang yang ahli pada bidangnya.

“Bahkan kami anggota DPRD melakukan survei ke lapangan untuk membuktikan apakah program itu berjalan sesuai ide yang diusulkan. Tetapi kenyataannya terbukti memang Minang Mart itu tidak berhasil. Sesuai dengan kami prediksi di awal,” ujarnya.  

Katanya, pemerintah tidak perlu melakukan program yang berbau berbisnis. Sebab, banyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang gagal ketika Pemprov mengelolanya. Terlebih menurutnya, tidak ada BUMD yang menghasilkan keuntungan, bahkan pemerintah terpaksa menambal kerugian.

“Jangan pemerintah atau orang politik ikut campur masalah bisnis, karena pasti akan kacau. Nyatanya, apapun BUMD tidak ada yang menguntungkan kecuali Bank Nagari,” ujarnya.

Nofrizon mengatakan, perusahaan daerah yang masuk pada kategori gagal sebaiknya dilikuidasi saja. Sebab, selain tidak menghasilkan dividen bagi Sumbar, juga akan menambah kerugian terhadap provinsi.

“Seperti contoh Balairung gagal ratusan miliar yang kini statusnya dikontrakkan. Makanya seluruh BUMD yang gagal lebih baik dibubarkan saja,” ujarnya.

Nofrizon melihat, perusahaan daerah maupun BUMD cenderung sifatnya menjadi tambahan lapangan pekerjaan untuk kelompok dan golongan tertentu saja. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu faktor kegagalan program yang dijalankan.

“Istilahnya seperti bagi-bagi kue terhadap suatu golongan kepada para kadernya,” ujarnya.  

Karena kegagalan dari program Minang Mart tersebut, Nofrizon bertekad untuk mengawal lebih ketat program-program yang dicanangkan oleh pihak pemprov ke depan. Hal itu supaya kejadian serupa tidak terulang kembali yang berakibat kerugian bagi provinsi.

“Untuk periode selanjutnya kami akan serius mengawal dengan ketat, bagaimana agar setiap perusahaan daerah betul-betul dikelola secara profesional. Begitupun untuk setiap program yang dijalankan, harus jelas konsepnya seperti apa,” ujarnya.

Lebih lanjut ia juga mengingatkan pada pemerintah, dalam merumuskan suatu program agar jangan dipaksanakan demi kepentingan satu kelompok saja. Alangkah lebih baiknya mencanangkan program yang bermanfaat untuk masyarakat luas.

“Ke depan agar tidak memaksakan kehendak untuk kepentingan satu golongan melalui program dari pemprov,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Sumbar lainnya, Albert Hendra Lukman mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) mesti  mengambil pelajaran dari kegagalan pengembangan Minang Mart. Ke depan hal-hal serupa ia harapkan tidak terjadi lagi, dimana  ide yang dicetuskan Pemprov terkait pengembangan bisnis di tengah masyarakat tidak  berjalan sesuai perencanaan.

“Dari awal saya adalah orang yang mengkritisi konsep Minang Mart ini,  sebab pemerintah daerah akan masuk pada bidang usaha sama yang sudah dijalankan masyarakat. Namun saat dipertanyakan, pemerintah daerah saat itu menyampaikan Minang Mart adalah business to business. Karena business to business ya sudah kami biarkan,” ujar Albert.

Jika akhirnya Minang Mart banyak yang tutup, lanjut dia, Pemprov harus belajar dari semua ini. Sebab meski tidak memakai dana APBD ide lahirnya Minang Mart bermula dari Pemprov.  (*)

Exit mobile version