Ia juga menyoroti pentingnya persiapan menghadapi kondisi dunia kerja yang semakin tidak dapat diprediksi (unpredictable atau VUCA–Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). “AI adalah teknologi yang tidak dapat dihentikan, tetapi bisa diarahkan. Oleh sebab itu, pemikiran kritis dan kreativitas tetap menjadi kebutuhan utama,”ujarnya.
Untuk menghadapi itu ia menyampaikan ada beberapa core skill yang harus dikuasai oleh generasi muda. Paling pertama adalah AI dan big data, namun ini merupakan hardskill yang masih perlu ditunjang dengan berbagai softskill lainnya.
“Permasalahan utama yang saat ini muncul juga adalah mengenai skill gap terutama soal digital talent. Sebanyak 63 persen perusahaan menyatakan bahwa permasalahan utama terkait digital talent adalah skill gap. Oleh karena itu, perlunya meminimalisir gap yang ada antara calon lulusan dan kebutuhan industri,” ujarnya.
Acara ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai kampus di Sumbar, kepala daerah, serta unsur pimpinan Universitas Andalas. Kehadiran para pemangku kepentingan ini menunjukkan komitmen bersama dalam menyiapkan generasi muda yang tangguh dan siap bersaing di era transformasi digital.
Studium Generale ini menjadi langkah awal Universitas Andalas dalam membangun generasi yang tidak hanya terampil secara teknologi, tetapi juga unggul dalam keterampilan interpersonal untuk menghadapi tantangan masa depan. (h/adv)