Menurut Suyitno, tantangan para pakar atau guru besar saat ini adalah menjawab tantangan geopolitik global. Salah satunya adalah masalah kampus hijau (green campus). Menteri Agama pada salah satu programnya adalah tentang ekoteologi yang menggabungkan antara ajaran agama dengan kepedulian terhadap lingkungan.
”Ini yang kita sebut pemanasan global. Jika tidak dapat kita atasi bersama dalam jangka panjang, maka akan berdampak serius bagi anak cucu kita di masa yang akan datang. Ekoteologi adalah jawabannya, pendekatan agama sebagai solusi mengatasi isu lingkungan,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor UIN Bukittinggi Prof. Dr. Silfia Hanani, M.Si mengatakan kedua belas guru besar UIN Bukittinggi itu akan dijadikan tutor dan tumpuan harapan ke depan, agar UIN Bukittinggi mampu berkompetitif dan berdaya saing di tengah-tengah masyarakat.
Mantan wartawati itu juga menyebutkan pengukuhan guru besar perdana di UIN Bukittinggi itu akan dijadikan role model untuk pengukuhan guru besar selanjutnya.
”Jika guru besar belum menerbitkan buku secara bersama sama maka profesornya belum boleh dikukuhkan. Jadi, jika guru besar mau dikukuhkan berarti dia wajib terlebih dulu menerbitkan buku sebagai suatu karya yang bisa dikonsumsi oleh setiap orang. Keberadaan guru besar UIN Bukittinggi merupakan garda terdepan dalam memajukan kampus ke depan,” ulasnya.
Diharapkan kehadiran guru besar tidak hanya memberikan kontribusi di dalam kampus namun juga memberikan kontribusi yang baik di tengah tengah masyarakat.