Gubernur Mahyeldi Perkuat Sistem Mitigasi dan Tingkatkan Kesiapsiagaan

Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mendampingi Menteri Pertanian RI, Amran Sulaiman meninjau lokasi bencana banjir lahar dingin Gunung Marapi di Nagari Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, beberapa waktu lalu. IST

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) selama  kepemimpinan Gubernur Mahyeldi Ansharullah dan Wakil Gubernur Audy Joinaldy terus berupaya memperkuat kesiapsiagaan serta mitigasi bencana Sumbar dalam kurun waktu empat tahun belakangan.

Langkah penguatan mitigasi bencana terus dimaksimalkan dalam upaya menghadapi risiko terjadinya berbagai jenis bencana alam yang sewaktu-waktu bisa saja melanda Sumbar seperti halnya ancaman gempa dan tsunami akibat aktivitas seismik Megathrust Mentawai.

Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengatakan, pada dasarnya Sumbar merupakan daerah supermarket bencana yang memiliki ancaman bencana yang begitu lengkap. Untuk itu, penguatan sistem mitigasi bencana Sumbar perlu terus diperkuat.

“Masing-masing kabupaten/kota di Sumbar memiliki ancaman potensi yang berbeda sesuai  kondisi geografis daerah. Untuk itu, setiap daerah harus memiliki peta bencana sehingga masing-masing daerah dapat lebih fokus pada mitigasi sesuai potensi bencana yang sering terjadi di daerahnya,” ujar Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, baru-baru ini.

Mengingat status Sumbar sebagai salah satu daerah yang memiliki ancaman potensi bencana yang begitu lengkap, Gubernur Mahyeldi menegaskan perlunya upaya mitigasi pengurangan risiko bencana serta peningkatan kesiapsiagaan masyarakat.

“Pemprov Sumbar melalui BPBD selama ini terus merutinkan program simulasi bencana hingga memperkuat sistem deteksi dini atau early warning system (EWS). Termasuk EWS inklusi yang mengakomodir masyarakat penyandang disabilitas, ketersediaan tempat evakuasi sementara (TES), jalur evakuasi, dan sejumlah program lainnya,” katanya.

Di samping itu, program peningkatan kesiapsiagaan bencana masyarakat juga dilakukan lewat pencanangan program Satuan Pendidikan Siaga Bencana (SPAB) yang bertujuan membangun budaya siaga dan aman di sekolah. Lewat program itu, para siswa maupun guru-guru di seluruh sekolah, diberikan pelatihan tentang kebencanaan.

“Begitupun di lingkungan masyarakat, kami membentuk Kelompok Siaga Bencana (KSB) dan Desa Tangguh Bencana (Destana) di tingkat nagari/kelurahan. Tujuan akhirnya adalah menuju Sumbar Tangguh Bencana,” ucap Gubernur Mahyeldi.

Kalaksa BPBD Sumbar, Rudy Rinaldy menambahkan, peningkatan kesiapsiagaan masyarakat Sumbar menghadapi bencana merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi saat ini, para peneliti dan lembaga terkait, telah memetakan adanya ancaman gempa Megathrust Mentawai yang sewaktu-waktu dapat melepaskan energi besar.

“Tujuh kabupaten/kota Sumbar yang berada di pesisir pantai  hendaknya dapat meningkatkan kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan kebencanaan untuk mitigasi bencana,” katanya.

Di samping meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, BPBD Sumbar juga telah menyediakan shelter TES tsunami di sepanjang wilayah pesisir pantai Sumbar. Sejauh ini, BPBD Sumbar dan instansi terkait lainnya telah mendirikan 62 unit shelter yang tersebar di berbagai lokasi. Seperti di lantai atas bangunan sekolah, masjid, hotel maupun perkantoran.

“Pembangunan sekolah di daerah rawan bencana harus dilengkapi dengan shelter di bagian atas bangunan sebagai lokasi evakuasi saat terjadi gempa berpotensi tsunami. Selain sekolah, beberapa hotel, masjid, dan gedung perkantoran di Kota Padang juga sudah dilengkapi dengan shelter,” kata Rudy.

Ia juga mengungkapkan bahwa BPBD Sumbar telah memasang 42 unit EWS di enam kabupaten/kota yang berada di pesisir, kecuali Mentawai. Untuk Mentawai, langkah mitigasi dilakukan dengan menerapkan kearifan lokal, seperti mengajak masyarakat evakuasi ke dataran tinggi jika terjadi gempa.

“Sembilan unit di antara 42 EWS itu adalah EWS inklusi yang menjadi pedoman bagi masyarakat penyandang disabilitas. Ke depan, kita tengah mempersiapkan pengadaan 300 EWS termasuk EWS inklusi yang akan dipasang di seluruh kabupaten/kota,” ucapnya.

Pendirian shelter dan pemasangan alat peringatan dini tsunami, juga diiringi dengan pembuatan garis biru batas aman landaan tsunami (Tsunami Safe Zone) di sejumlah ruas jalan di daerah rawan gempa berpotensi tsunami.

Kota Padang sudah memiliki Blue Safe Zone Tsunami di beberapa titik sebagai tanda bagi masyarakat untuk tidak perlu evakuasi lebih jauh bila telah bertemu garis biru ini. Simulasi bencana sebagai latihan menghadapi bencana gempa dan tsunami pun juga terus didorong dan digencarkan Pemprov Sumbar.

“Simulasi bencana gempa dan tsunami sangat penting. Masyarakat harus menyiapkan diri menghadapi bencana, termasuk pengetahuan terkait kebencanaan, juga peralatan kegawatdaruratan. Simulasi harus dilakukan berulang-ulang agar saat terjadi bencana, risiko dapat diminimalisir karena masyarakat sudah paham yang harus dilakukannya,” kata Gubernur.

Program Desa Tangguh Bencana Terus Dimasifkan

BPBD Sumbar juga terus menggiatkan program Desa Tangguh Bencana (Destana). Baru-baru ini, perwakilan masyarakat dari 12 nagari baru saja selesai mengikuti pelatihan tangguh bencana yang digelar Pemprov Sumbar.

Para peserta berasal dari enam nagari yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu Painan Selatan, Ampang Pulai, Taratak, Air Haji Barat, Kambang Barat, dan Ampiang Parak. Pelatihan yang sama juga diikuti perwakilan masyarakat dari enam nagari yang ada di Kabupaten Padang Pariaman, yaitu Kuranji Hilir, Katapiang, Malai V Suku, Manggopoh, Ulakan, dan Pilubang.

Masing-masing nagari mendapatkan sertifikat pelatihan yang di dalamnya tercantum enam komponen tentang tingkat ketangguhan suatu nagari, yaitu layanan dasar, peraturan, dan kebijakan penanggulangan bencana, pencegahan, dan mitigasi bencana, kesiapsiagaan darurat, dan kesiapsiagaan pemulihan.

Ketika diuji sebelum pelatihan, tingkat ketangguhan bencananya terbilang rendah. Namun setelah pelatihan, terjadi peningkatan ketangguhan yang mencapai tingkat utama. “Alhamdulillah. Setelah mengikuti pelatihan terjadi peningkatan terhadap komponen tingkat ketangguhan suatu nagari. Kami berharap ilmu yang diperoleh dapat ditularkan kepada masyarakat nagari serta nagari-nagari tetangga yang juga memiliki risiko tinggi ancaman bencana,” ujar Rudy.

Ia menjelaskan, Destana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan. Dalam hal ini, masyarakat nagari/kelurahan adalah pelaku utama dalam upaya penanggulangan bencana, sekaligus menjadi kelompok pertama yang menerima dampak bencana. Oleh karena itu, penguatan kapasitas masyarakat di nagari/kelurahan adalah upaya strategis untuk mewujudkan Sumbar Tangguh Bencana. “Ini bagian dari upaya kami memperkuat mitigasi bencana. Jika mitigasi kita bagus, maka dampak bencana bisa diminimalisir,” kata Rudy. (*)

Exit mobile version