PADANG, HARIANHALUAN.id— Aset 77 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah di Sumatera Barat mencapai Rp2,827 triliun per Mei 2025.
Sebagian besar BPR dan BPR Syariah di Sumatera Barat masih terkendala untuk memenuhi ketentuan Modal Inti Minimum (MIM) sebesar Rp6 miliar yang dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bahkan dari sebanyak 63 BPR dan 14 BPRS di Sumbar, masih ada 19 BPR serta 2 BPRS yang modal intinya di bawah Rp3 miliar, jauh di bawah ambang batas MIM.
Padahal pemenuhan modal inti minimun Rp6 miliar, sudah wajib dipenuhi sejak akhir Desember tahun 2024 bagi BPR dan pada 31 Desember 2025 bagi BPR Syariah.
Hal itu dikatakan Kepala OJK Sumbar Roni Nazra saat menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) yang diinisiasi Perbarindo Sumbar-Bengkulu di Pangeran Beach Hotel Padang, Kamis (24/7).
FGD dengan tema “ Strategi dan Tantangan Merger BPR/BPRS pada Era Konsolidasi Perbankan” tersebut dipandu oleh Sekretaris Perbarindo Sumbar Mardiah Muluk.
Selain Roni Nazra, FGD juga menghadirkan nara sumber, Ketua Perbarindo Sumbar-Bengkulu, Syofian Sara dan Prof. Dr. Busyra Azheri, S.H. Bidang Direktori dari Universitas Andalas .
“Konsekuensinya, BPR/S yang tidak memenuhi ketentuan tersebut akan dikenakan sejumlah pembatasan operasional,” ujar Roni Nazra.
Dikatakan Roni, BPR di Sumbar yang memiliki modal inti minimum di atas Rp10 miliar baru 6 BPR dan 1 BPRS.
Kemudian modal Rp6 miliar hingga Rp10 miliar sebanyak 26 BPR dan 7 BPRS, dan modal antara Rp3 miliar hingga Rp6 miliar sebanyak 12 BPR dan 4 BPRS.
Dia menambahkan, jumlah BPR dan BPRS di provinsi ini menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun. Pada Desember 2019, masih tercatat sebanyak 88 BPR dan 7 BPRS.
“Namun demikian meski secara jumlah menurun, dari sisi aset, DPK, dan pembiayaan, kinerja BPR/S di Sumbar tetap menunjukkan pertumbuhan positif,” ujarnya.
Total aset BPR/S di Sumbar meningkat dari Rp2,081 triliun pada Desember 2019 menjadi Rp2,827 triliun pada Mei 2025.
Demikian juga dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik dari Rp1,604 triliun pada Desember 2019 menjadi Rp2,051 triliun pada Mei 2025.
Pertumbuhan kredit/pembiayaan juga signifikan, dari Rp1,525 triliun pada Desember 2019 menjadi Rp2,220 triliun pada Mei 2025.
“Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam pengelolaan risiko kredit bermasalah (NPL). Per Mei 2025, tercatat NPL cukup tinggi di beberapa segmen, hingga 15,36 persen,”ujarnya.
Dikatakannya dalam konteks percepatan pemenuhan MIM, maka merger menjadi opsi yang sangat strategis untuk dilakukan BPR/BPRS.
Sesuai POJK Nomor 7 Tahun 2024 mewajibkan BPR/BPRS yang dimiliki oleh pihak pengendali yang sama di dalam satu pulau untuk melakukan konsolidasi (melalui penggabungan atau peleburan) dalam waktu dua tahun untuk non-Pemda, dan tiga tahun untuk milik Pemda.
“Merger bermanfaat menguatkan struktur permodalan, efisiensi operasional, serta integrasi layanan dan peningkatan daya saing BPR/BPRS,” katanya lagi.
Sementara itu Ketua DPD Perbarindo Sumatera Barat–Bengkulu, H. Syofian Sara, SH, MM, memaparkan contoh sukses merger antara BPR Batang Kapas dan BPR Batang Tarusan.
Pada 31 Oktober 2022, OJK menerbitkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK No. KEP-171/D.03/2022 tentang Pemberian Izin Penggabungan PT BPR Batang Tarusan ke dalam PT BPR Batang Kapas.
“Hasil penggabungan, per 13 Januari 2023 aset tercatat Rp54,7 miliar, dan per 30 Juni 2025 meningkat menjadi Rp75,1 miliar. Terdapat pertumbuhan Rp20,4 miliar atau 37,29 persen dalam 2,5 tahun,” ujarnya.
Dikatakannya OJK mendorong penggabungan atau merger BPR sebagai solusi untuk memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
Merger juga diharapkan mengatasi berbagai tantangan, seperti kesulitan akses tambahan modal oleh pemegang saham, rendahnya minat investor, serta keterbatasan jaringan pelayanan.
Sementara itu Prof. Dr. Busyra Azheri, S.H. mengatakan, di sisi lain, aspek hukum dalam proses merger tetap menjadi perhatian, mulai dari uji tuntas hukum (legal due diligence), perlindungan nasabah, hingga penyesuaian perizinan dan kelembagaan pascamerger.
“Langkah ini sejalan dengan target konsolidasi BPR/BPRS secara nasional hingga 2026 guna menciptakan industri keuangan mikro yang sehat dan kompetitif,” tutupnya. (h/ita)