Teks foto: Salah satu yang mempengaruhi surplus beras adalah produksi gabah yang menurun akibat faktor iklim serta alih fungsi lahan. MITHA
PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID – Berbanding terbalik dengan pertambahan jumlah penduduk, surplus beras per tahun di Kabupaten Padang Pariaman mengalami penurunan.
Dalam jangka waktu lima tahun, terjadi pengurangan surplus beras hingga 78.113 ton per tahun 2023.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Pariaman, terjadi surplus beras sebanyak 116.018,81 ton pada tahun 2019.
Jumlah tersebut turun perlahan menjadi 112.293,13 ton pada tahun 2020, 94.544,9 ton pada tahun 2021 dan 80.713,91 ton pada tahun 2022.
Sementara jumlah penduduk pada tahun 2019 sebanyak 415.613 jiwa, tahun 2020 sebanyak 430.626 jiwa, tahun 2021 sebanyak 433.018 jiwa, tahun 2022 sebanyak 436.129 jiwa dan tahun 2023 naik lagi menjadi 439.171 jiwa.
“Salah satu yang mempengaruhi surplus beras ialah produksi gabah yang menurun akibat faktor iklim serta alih fungsi lahan,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Pariaman, Yurisman Yakub.
Ia menyebut, faktor iklim seperti El Nino menyebabkan kekeringan terutama pada lahan pertanian tadah hujan. Sedangkan La Nina menyebabkan curah hujan meningkat, sehingga terjadi potensi banjir.
Sementara itu, alih fungsi lahan secara besar-besaran untuk pembangunan jalan tol turut menghabiskan 75 hektar lahan sawah. Yurisman memperkirakan sekitar 65 persen produksi beras yang hilang dalam dua kali musim tanam atau setara satu tahun.
“Kalau dilihat luas lahan sawah setiap tahunnya itu menurun, yang paling memberi dampak ialah alih fungsi lahan sekitar 75 hektare untuk proyek pembangunan tol,” katanya.
Adanya penurunan produksi gabah juga mempengaruhi produktivitas mesin penggilingan padi yang ada di kabupaten tersebut. Sekitar 451 unit mesin penggiling atau Rice Milling Unit (RMU) yang terdaftar, tetapi hanya sekitar 60 persen yang difungsikan.
Yurisman menjelaskan satu unit RMU yang tersedia hanya dapat menggiling gabah kurang dari satu ton per jam untuk ukuran kecil dan 1-3 ton per jam untuk ukuran mesin menengah.
“Aktivitas berkurang karena pasokan padi menurun. Hal ini turut menyebabkan sejumlah huller yang terdaftar di Dinas tidak aktif lagi,” katanya.
Banyaknya mesin penggilingan padi yang tidak berfungsi menyebabkan pelaku usaha nakal yang menyediakan jasa penggilingan berjalan merajalela. Keadaan ini seiring waktu dapat menutup usaha penggilingan atau huller di Padang Pariaman.
“Saat ini yang banyak aktif itu huller milik pedagang. Sulit bagi non pedagang mengaktifkan huller sendiri karena pengaruh modal juga,” ungkap Yurisman. (*)