Decky menegaskan, Dinas Pariwisata yang dipimpinnya akan melakukan pemerataan perhatian terhadap seni budaya dari tiga etnis yang ada di Pasaman Barat dan tidak ada lagi yang merasa ditinggalkan. Karena tidak ada perbedaan perhatian terhadap seni budaya di Pasaman Barat lagi.
Selain itu, perusahaan perkebunan yang ada bisa diajak kerja sama. Sebab, ungkap Decky, dana CSR yang ada di perusahaan tidak bisa mengalir ke penggiat seni, karena legalitas hukum paguyuban belum ada selama ini.
Menurutnya, SK yang dikeluarkan Dinas Pariwisata sangat banyak manfaat, seperti penggunaan dana pemerintah dan kemudian pemerintah akan memiliki kewajiban. Selain itu, telah didukung Perbup untuk nantinya pemerintah nagari berkewajiban secara langsung melakukan pembinaan.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Kuda Kepang Pasaman Barat, Asmui Toha menyampaikan, ada sebanyak 30 paguyuban yang tergabung dalam pendeklarasian Paguyuban Kuda Kepang Pasaman Barat.
“Saya dipercaya menjadi ketua, sedangkan untuk pembinanya langsung Bapak Decky H Saputra. Sebanyak 30 paguyuban ini tersebar di enam kecamatan, yakni Kecamatan Ranah Batahan, Koto Balingka, Luhak Nan Duo, Kinali, Sei Aur dan Pasaman,” katanya.
Menurutnya, kegiatan mengumpulkan hampir seluruh kelompok kuda kepang yang ada di Pasaman Barat baru kali ini dilakukan. Semua kelompok tersebut berada di daerah transmigrasi. “Sejak adanya kabupaten ini, belum pernah yang namanya kelompok paguyuban kuda kepang dikumpulkan secara resmi oleh pemerintah untuk bicara terkait seni dan budaya yang ada di Pasaman Barat,” tuturnya.
Ia mengaku, memang seni budaya kepang merupakan seni budaya yang ada di Pulau Jawa. Namun, ia menegaskan suku Jawa yang sekarang bukan lagi orang perantau, tetapi asli warga Pasaman Barat. (*)