SOLOK, HARIANHALUAN.ID– Di tengah gempuran kemajuan teknologi yang membuat banyak tradisi mulai luntur, masyarakat Nagari Aia Luo, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok tetap teguh menjaga adat leluhur. Salah satu tradisi yang masih dijalankan hingga kini adalah Maanta Baban, yang digelar setiap selesai salat Idulfitri.
Maanta Baban bukan sekadar tradisi berkumpul, tetapi juga ajang musyawarah penting antara niniak mamak, alim ulama, dan masyarakat untuk membahas persoalan adat, agama, dan evaluasi kegiatan nagari.
Tradisi ini dimulai dengan arak-arakan Bundo Kanduang membawa dulang berisi makanan khas lebaran seperti lamang, dilanjutkan dengan pertemuan di masjid.
“Tradisi ini hanya bisa dilaksanakan jika sebelumnya dilakukan mambantai magang, yakni menyembelih sapi sebelum Ramadan untuk dibagikan ke seluruh masyarakat,” jelas Wali Nagari Aia Luo, Herman Rajo Batuah.
Ia menambahkan, musyawarah ini juga membahas pengelolaan masjid, peran ulama terhadap generasi muda, hingga rencana kegiatan adat seperti alek bakaua dan jadwal turun ke sawah.
Menurut Herman, Maanta Baban adalah simbol kuatnya nilai kebersamaan dan kearifan lokal. “Alhamdulillah, sampai saat ini masih dipacik arek, digenggam taguah oleh masyarakat. Ini warisan budaya yang memperkuat jati diri Nagari Aia Luo,” ujarnya.
Pamong Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Solok, Wirasto, menyebut tradisi ini layak masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).