Maksimalkan Sampah Dapur, KWT Aia Malambuih Terapkan Pertanian Sehat

Kontributor Anton Irza

Nagari Koto Rantang

HARIANHALUAN.ID – Sampah dapat mencemari lingkungan dan juga menimbulkan gangguan sosial ekonomi, serta kesehatan. Sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk menanggulangi permasalahan sampah.

Kelompok Wanita Tani (KWT) Aia Malambuih, Nagari Koto Rantang, konsisten untuk berinovasi menanggulangi sampah dimulai dari dapur dengan pembuatan kompos, POC dan MOL.

Pembuatan kompos, POC dan MOL dipandang sebagai salah satu cara yang tepat untuk mengatasi permasalahan sampah organik yang berasal dari limbah rumah tangga, karena pembuatannya mudah dan murah. Selain itu, tidak menimbulkan pencemaran.

Pemanfaatan produk hasil limbah tersebut telah diaplikasikan langsung di lapangan untuk tanaman padi dan sayur-sayuran yang ditanam oleh anggota KWT. Dan hal ini dirasakan cukup membantu dalam pengurangan pemakaian pupuk kimia, serta menghasilkan pertanian yang sehat.

Saat ini anggota KWT Aia Malambuih memanfaatkan teknik tumpuk ember dan pengadaan masih dilakukan secara mandiri. Dalam prakteknya, alat ini mampu menghasilkan kompos dan POC secara bersamaan. Pola kerja alat komposter ini sederhana dan gampang diaplikasikan oleh para ibu-ibu di dapur masing-masing.

Sementara untuk pembuatan MOL dipilih dari penyimpanan air cucian beras. Karena hal tersebut yang paling mudah untuk dilakukan. Untuk penyimpanan dimanfaatkan botol bekas yang banyak ditemui di sekitar lingkungan, sehingga juga bisa membantu mengurangi sampah plastik di kawasan tempat tinggal.

Ketua KWT Aia Malambuih, Wantemi mengatakan, kegiatan ini bermula dari diskusi dengan Palanta Anak Nagari (Paga) dan Posyantek Rafflesia Jaya Bersama Nagari Koto Rantang, untuk mencari jalan keluar dari kelangkaan dan melonjaknya harga pupuk yang sering terjadi.

“Alhamdulillah, kami telah menerapkan selama dua musim tanam sampai saat ini dan ketergantungan akan pupuk kimia sudah bisa diatasi. Karena hanya membutuhkan sedikit pupuk kimia di setiap musim tanam, dan sekarang sedang menuju organik. Sebab, pupuk yang didapat berasal dari dapur sendiri, khususnya POC dan MOL sudah cukup banyak selama persiapan musim ke musim. Kalau untuk kompos padat, memang masih terbatas, karena bak komposter yang tersedia masih terbatas,” ujarnya.

Ia mengatakan, memang kendala yang ada saat ini tentang pengadaan komposter. Sampai saat ini anggota KWT bergerak secara mandiri, dengan menggunakan bekas ember cat yang ditumpuk, sehingga kapasitas pembuatan kompos masih terbatas, namun untuk POC bisa didapat setiap saat.

“Harapannya, mungkin dengan gerakan dari dapur kami para ibu-ibu di KWT bisa menjadi salah satu solusi pengolahan sampah di nagari. Ke depan, KWT bekerja sama dengan komunitas Paga dan Posyantek Raflesia Jaya Bersama telah merencanakan untuk pengolahan sampah lebih maksimal dengan budidaya maggot,” tuturnya. (*)

Exit mobile version