Sampai saat ini sudah sering terjadi kasus kabel yang tersangkut kendaraan dan tertimpa pohon, sehingga membuat kabel jatuh dari tiang maupun putus, serta menyebabkan tiang ambruk dan akhirnya menyebabkan kemacetan dan kecelakaan.
Perbaikan dan perawatan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara juga dianggap tidak sesuai. Perbaikan hanya terfokus untuk menyambung dan memperbaiki kabel yang putus saja, tapi tidak memperbaiki posisi kabel maupun tiang yang miring ataupun yang roboh. Sehingga membuat kesan berantakan semakin parah, serta sisa perbaikan banyak menyisakan potongan kabel yang ditinggal begitu saja di tepi jalan maupun areal masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga tidak begitu merasakan manfaat besar atas bentangan kabel fiber optik tersebut. Karena masih banyak tempat di Nagari Koto Rantang yang tidak memiliki sinyal ataupun jaringan internet.
Serta masyarakat juga tidak bisa berlangganan jaringan untuk pemakaian rumah, karena kabel FO hanya berfokus digunakan untuk menara BTS dan kantor-kantor tertentu saja.
Ketua Bamus Koto Rantang, Jati Kusumo menyampaikan mengenai permasalahan tersebut ke pemerintah nagari dan telah mendiskusikan dengan pihak yang berwenang, untuk bisa mengatur penyelenggara FO agar bisa mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan. Sehingga memberi dampak positif, seperti yang diharapakan sesuai dengan tujuan pembangunannya.
Menurut informasi dari Kominfo Agam beberapa waktu lalu, perizinan untuk pemasangan kabel dan tiang FO disesuaikan dari jalan lintas yang dilewati. Apakah jalan nasional/provinsi atau jalan kabupaten/kota, sehingga ada kendala dalam menerapkan peraturan.