Oleh:
Newton Nusantara
Advokat Kantor Hukum Newton Nusantara & Rekan
Apapun pekerjaan atau profesi yang kita jalankan, niatkanlah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Mengapa bekerja harus didasari dengan niat ibadah kepada Allah SWT? Yaitu meniatkan aktivitas bekerjanya tersebut mencari rida Allah dan beribadah kepada-Nya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari Muslim).
Niat sangat penting dalam bekerja. Seorang muslim harus bekerja dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas akan mendapatkan berkah dan rida dari Allah SWT. Bekerja dengan tekun, jujur, dan bertanggung jawab adalah bentuk ibadah. Jadikan setiap tugas sebagai kesempatan untuk beribadah kepada Allah SWT. Ada malaikat Raqib dan Atid yang selalu menulis, memonitor, dan mengawasi sekecil apapun yang kita lakukan. Dengan niat, semua pekerjaan bisa menjadi ladang ibadah asalkan diawali dengan niat yang baik.
Sebagai seorang muslim, dalam kapasitas sebagai praktisi hukum, penulis pada kesempatan ini ingin berbicara tentang berlaku adil dalam interaksi sosial kemasyarakatan sebagai makhluk sosial (zoon politicon) serta dalam konteks penegakan hukum menurut perspektif hukum positif (hukum negara) dengan hukum agama (hukum Islam).
Berkorelasi dengan uraian sebagaimana tersebut di atas, mari kita lihat, baca, dan pahami firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa’ ayat 135 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap terhadap dirimu sendiri atau ibu/bapak serta kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” Dalam ayat tersebut, ia sebagaimana dimaksud adalah tergugat atau terdakwa dalam suatu perkara.
Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat). Dalam artian setiap permasalahan yang timbul di republik ini diselesaikan menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka penegakan hukum (law enforcement). Ketika kita berbicara tentang penegakan hukum, tentu sebelumnya kita berbicara tentang penegak hukum, yang familiar dengan sebutan catur wangsa penegak hukum, yang berisikan polisi, jaksa, advokat/pengacara, dan hakim. Adapun tujuan dari penegakan hukum tersebut adalah guna tercapainya kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum. Terutama bagi para pencari keadilan (justitiabelen).
Berdasarkan terjemahan Surat An-Nisaa’ ayat 135 sebagaimana dimaksud, frasa “penegak keadilan” menurut hemat penulis itu dialamatkan kepada penegak hukum yang berisikan 4 pilar sebagaimana tersebut di atas. Hal mana dalam konteks menjadi saksi dan lain sebagainya marilah berlaku adil dan tidak diskriminatif. Pasalnya, semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum, dan pemerintahan wajib menjunjung tinggi hukum serta pemerintahan tersebut dengan tidak ada kecualinya (equality before the law). Prinsip ini berlaku tanpa diskriminasi ras, agama, status sosial, ekonomi, atau latar belakang lainnya.
Karenanya, penulis mengimbau terutama kepada diri sendiri sebagai pribadi dan profesi sebagai praktisi hukum (advokat), catur wangsa penegakan hukum (polisi, jaksa, advokat serta hakim), para pihak yang berperkara, orang-orang yang diminta menjadi saksi di luar pengadilan terkait suatu perkara (apakah perdata, pidana, dan seterusnya), serta seluruh rakyat Indonesia untuk berlaku adil, jujur, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, serta orang lain dalam hal apa saja. Apakah terkait suatu perkara atau tidak. Jujur dalam artian, menjalankan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, yakni hukum negara yang (perlu) diperkuat dengan hukum agama (Islam) bagi muslim dan muslimah.
Bukankah semua agama menganjurkan kita untuk berbuat baik? Jangan sampai ada yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang bukan hak kita karena memperturutkan hawa nafsu. Semua perbuatan dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat.
Ketika catur wangsa penegakan hukum, para pihak yang terkait, dan saksi suatu perkara berlaku adil yang sudah hampir pasti jujur dan bertanggung jawab, patuh dan taat pada perundangan yang berlaku, dan melaksanakan perintah agama (Islam) bagi penulis dan agama masing-masing, Insya Allah tidak akan terjadi permasalahan hukum yang unprocedural. Tidak terjadi “penzaliman” terhadap orang lain seperti salah tangkap-salah tahan, salah tuntut, membela membabi-buta, salah adili-memutus suatu perkara pidana, dan seterusnya.
Dengan kata lain, proses penegakan hukum akan mempunyai kepastian hukum, keadilan hukum, serta kemanfaatan hukum akan tercapai. Karena penegak hukum sekaligus menjadi penegak keadilan. Berlaku adil, jujur, dan bertanggung jawab dalam setiap pekerjaan (terkhusus penegak hukum) adalah semacam keharusan. Mari niatkan berlaku adil di dalam hati kita (saudaraku se-iman), Insya Allah pekerjaan/profesi (apapun) yang kita lakoni bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan mendapatkan rida-Nya. (*)