Penulis : Acep Iwan Saidi (Dosen FSRD ITB, Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD-ITB, Pakar Semiotika)
GAZA adalah “film semioka” tentang Gaza. Garapan tematiknya apik. Ia memang tidak langsung menarasikan genosida zionis Israel atas bangsa Palestina. Tapi, kehadiran “Gaza” sebagai tokoh sentral sekaligus judul film ini mampu menepuk relung batin kita tentang kedzaliman luar biasa zionis di satu sisi dan penderitaan bangsa Palestina di sisi lain.
Sebagai tokoh film, Gaza adalah anak yatim piatu. Ibunya meninggal saat ia masih bayi. Ayahnya, aktivis kemanusiaan di Palestina, wafat sepulang berjihad. Percikan bom membuat tubuhnya terluka dan tidak bisa disembuhkan.
Kisah Gaza adalah substitusi realitas di Gaza. Bukankah kini Gaza (Palestina) adalah juga “yatim piatu”. Ia ditinggalkan “kuasa dunia” . Dunia membiarkannya sendiri dalam penderitaan. Ya, hanya sebagian kecil yang punya hati, yang punya kasih, yang masih mau peduli.
Begitupun si kecil Gaza, sepeninggal ayahnya, ia dirawat orang-orang yang penuh dengan cinta. Ustad penolong, panti asuhan perawat, dan satu-satunya (hanya satu) bibi (tante) yang penuh kasih.
Walhasil, Gaza jadi semacam semiosfera (semesta tanda) penderitaan saudara kita di Palestina. Ya, di ranah semiotika, Gaza adalah metonimi, simile pars prototo, bagian kecil yang mewakili keseluruhan. Tapi, dengan itu, ia justeru sangat menyentuh.
Maka saya merekomendasikan film ini untuk segera Anda tonton, mulai besok 12 Juni 2025 di bioskop. Ini bukan sekedar menonton, tetapi juga ikut “memberi hati” kepada bangsa Palestina. Ampat puluh persen keuntungan film ini akan didonasikan ke Palestina. Salam terkasih, mari kita raih mereka dengan Cinta! (*)