Kini di kampus, Rizki tetap aktif di berbagai kegiatan. Ia terlibat dalam kepanitiaan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) dan rutin berolahraga voli untuk menjaga keseimbangan. Meski kesibukan kuliah membuatnya tak seintens dulu menari, semangatnya melestarikan budaya Minangkabau tetap menyala.
“Bagi saya, pendidikan dan kesenian itu saling melengkapi. Dua-duanya membentuk karakter, kedisiplinan, dan rasa cinta terhadap tanah air,” katanya.
Di balik semua pencapaiannya, Rizki tak lupa dengan sosok yang menjadi sumber kekuatan terbesarnya: sang ibu. “Papa meninggal saat saya berusia 14 bulan. Mama berjuang sendiri membesarkan saya dengan kasih sayang dan kerja keras. Beliau alasan saya tidak pernah menyerah,” ucapnya dengan nada haru.
Rizki berharap kisahnya bisa menginspirasi anak muda lain yang tumbuh dalam keterbatasan. Baginya, kehilangan bukanlah akhir, tapi awal dari perjuangan baru. “Kehilangan bukan alasan untuk berhenti, tapi titik awal untuk membuktikan bahwa kita bisa berdiri dan berprestasi,” ujarnya mantap. Dengan semangat dan dedikasi yang ia miliki, Rizki bertekad menjadi pendidik yang bukan hanya mengajar, tapi juga menanamkan nilai perjuangan, disiplin, dan kecintaan terhadap budaya Indonesia. (*)