JAKARTA, HARIANHALUAN.ID– Komisi V DPR RI meminta BMKG untuk menyesuaikan alokasi pagu anggaran tahun anggaran 2025, terkhusus pada penambahan alat deteksi dini tsunami dalam mengantisipasi potensi gempa megathrust.
“BMKG perlu untuk menyesuaikan alokasi pagu anggaran tahun anggaran 2025 sesuai dengan usulan dan saran komisi dengan menambah alat deteksi dini tsunami, melakukan sosialisasi untuk evakuasi di daerah-daerah pantai, melakukan upaya-upaya mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya gempa megathrust,” ujar Wakil Ketua Komisi V Ridwan Bae dikutip dari dpr.go.id, Kamis (29/8/2024).
Ia juga mendorong Basarnas untuk meningkatkan pembinaan dan pelatihan potensi SAR untuk mendukung penyelamatan dan evakuasi dalam operasi SAR.
“Meningkatkan jumlah personil khususnya di daerah yang rawan bencana dan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya dalam rangka melakukan upaya penyelamatan saat terjadi bencana,” kata Ridwan.
Adapun terkait dengan usulan penambahan anggaran tahun anggaran 2025 sebesar 1,265 Triliun dari BMKG dan usulan BNPP/Basarnas sebesar 1,19 triliun.
Komisi V DPR RI akan memperjuangkan usulan kenaikan tersebut sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di DPR RI.
Sementara itu, BMKG terus meningkatkan mitigasi terkait potensi gempa di zona Megathrust Mentawai dan Selat Sunda yang telah lama tidak melepas energi atau gempa.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Mentawai dan Selat Sunda bukanlah hal baru, sudah lama, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004.
Ia menilai, munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian.
Ia menambahkan, munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.
Namun, kata Daryono, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.
“Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut,” ujarnya. (*)