Catatan Hati Gamawan Fauzi: “Kita Harus Tahu Kapan Memulai, Kapan Mengakhiri”

“Kita Harus Tahu Kapan Memulai, Kapan Mengakhiri”

Catatan Hati: Gamawan Fauzi

Senin Ialu, tiba tiba handphone saya ramai panggilan dering dan pesan Whatsapp. Oh, rupanya pagi itu ada sebuah berita di Harian Haluan dengan judul besar ‘Gamawan Comeback’. Malam sebelumnya saudara Ope (Revdi Iwan Syahputra ) dan Pinto Janir memang menelpon saya.

Katanya, dia mau menulis bahwa beberapa kalangan meminta saya kembali mencalonkan diri menjadi Gubernur Sumatera Barat pada Pilkada 2024 mendatang. Saya tak serius menanggapinya. Karena, bagi saya itu sesuatu yang tak pernah terpikirkan seujung kuku pun dan tak pernah berniat sama sekali. Karena itu telepon Ope dan Pinto itu saya anggap hanya sebuah guyon (garah biasa, red) . Saya mengalihkan pembicaraan kepada hal hal lain.

Tapi ternyata, berita itu mendapat tanggapan yang riuh. Grup Whatsapp berdengung membahas beberapa hari belakang ini. Segala pandangan dan persepsi muncul menurut setiap kepala orang. Ada yang jernih. Ada yang emosi. Ada yang datar dan ada yang marah dengan kata yang halus. Dan juga dengan keras menilai berita tersebut.

Apakah itu sebuah berita? Atau sebuah opini yang tersesat dalam kolom berita? Biarlah para awak media yang menilainya karena itu bukan ranah saya. Karena tanggapan sudah meluas dan kadang tak lagi dimaknai seorang proporsional, maka saya merasa saatnya untuk menjelaskan sikap saya sebagai orang yang diperkatakan dalam berita itu. Di akhir jabatan saya sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri), bulan Oktober 2014, saya diundang seorang pimpinan partai politik.

Dalam pertemuan itu, saya diajak bergabung ke partai beliau, dengan kalimat bantu saya. Saat itu juga saya katakan, terima kasih atas tawaran tersebut. Tapi , saya mohon maaf. Saya tidak bisa memenuhi permintaan itu. Saya akan banyak mendekatkan diri kepada Allah SWT karena hampir 40 tahun waktu saya disibukkan dengan masalah pekerjaan. Beliau maklum dan dialog berakhir.

Barangkali saatnya saya katakan dalam tulisan ini, hasrat politik dan keinginan saya untuk bekerja dalam dunia pemerintahan, sudah padam sejak saya mengakhiri tugas sebagai menteri dan memasuki masa pensiun. Selepas itu, walaupun masih ada yang meminta saya menjadi Komisaris BUMN besar, juga saya tolak secara halus. Karena bagi saya komitmen diri adalah sesuatu yang harus dijalankan istiqamah. Kita harus tahu kapan harus memulai sesuatu dan kapan harus mengakhirinya: Everything has the start and has the end. Karena semua pasti ada akhirnya.

Kini dalam hijriyat saya sudah tercantum angka 65. Saat pulang ke rumah keabadian semakin dekat. Ada yang membantah saya, bahwa bekerja itu adalah ibadah juga, bila diniatkan karena Allah SWT. Saya juga paham itu, tapi bekerja tidak optimal karena dalam usia yang tak Iagi muda, mungkin bisa menjadi dosa bila pekerjaan itu bisa dilakukan oleh yang masih energik, lebih hebat, lebih memikirkan orang banyak, karena jabatan publik itu menyangkut nasib orang banyak.

Saya pernah 3 kali berkompetisi menjadi kepala daerah. Saya jalani tanpa sekalipun memfitnah teman kompetitor saya. Apalagi menfitnah dengan dalih jihat siasah, yang bisa dua kali dosanya, yaitu dosa memfitnah dan dosa mencampurkan yang halal dan yang haram. Saya juga pernah menduduki jabatan publik dan saya merasakan betapa sakitnya di hujat dan dicaci maki, karena itu pula, saya tak pernah sekalipun menyalahkan pendahulu saya dan orang orang yang bekerja pada jabatan yang sama sesudah saya. Baik saat menjadi kepala daerah atau atau jabatan menteri, karena menurut saya itu sikap yang tak elok. Apalagi saya yakin bahwa saya juga tak lebih baik dari mereka.

Tugas saya sudah selesai, biarlah mereka juga menyelesaikan tugasnya pula. Hidup tak hanya sekadar menghormati kebebasan berpendapat dan berbicara. Hidup menurut saya bukan juga berfoya foya menyalahkan orang lain pada saat ruang bicara terbuka.

Menurut saya, hidup harus juga menghargai dan menghormati orang lain dan bahkan hidup juga harus menjaga akhlaqul qarimah. Bila diri ini sakit dicerca dan dihina, orang lain pun merasakan seperti itu. Kita tak berdemokrasi dengan cara cara barat. Tapi kita berdemokrasi dengan kultur Timur yang ditopang ajaran agama yang kuat. Islam melarang gibah, apalagi fitnah. Berimajinasi menilai orang lain buruk adalah dosa. Lebih baik bermuhasabah dengan diri sendiri yang juga banyak kotornya. Beruntunglah orang mukmin yang bicara dan berbuat hanya bila ada manfaatnya, itu dinukilkan dalam Al-Qur’an surat Almu’minun ayat 3. Walazi nahum anillagwi mu’ridhun.

Dalam dunia politik dan kekuasaan, tentu saja ada yang suka dan ada yang tak suka. Tak suka itu juga banyak faktornya, kadang bukan karena pada tataran program, kebijakan dan kegiatan, tapi juga karena faktor-faktor subjektif Iain, seperti karena seorang tokoh bukan bagian dari kelompoknya. Bukan jago yang diusungnya atau dirasakan akan mengancam eksistensi kekuasaan orang yang di gadang-gadangnya dan banyak faktor subjektif lainnya.

Apalagi bila pembicaraan dilebarkan ke partai politik menyangkut kader-kadernya. Saya berterima kasih kepada yang memberi atensi dan bahkan ingin membiayai bila saya mencalonkan diri untuk berkomptisi 2024 medatang. Tapi mohon maaf, saya tak dapat memenuhi harapan itu. Saya juga berterima kasih kepada yang sudah memberikan pandangan, pendapat dan ulasan panjang seperti seolah-olah berita cameback itu sudah terwujud. Dan saya juga minta maaf karena ulasan itu ternyata menjadi sesuatu yang tak pernah ada.

Kehidupan perpolitikan kita saat ini memang penuh cerita bohong. Penuh janji tak terpenuhi dan harapan yang tak terwujud. Akibatnya banyak orang tak percaya kata, walaupun itu benar dan banyak orang yang menganggap benar kata kata bohong (hoax).

Sayangnya kata-kata itu sudah terlanjur disebarkan dan menjadi konsumsi publik. Apa yang saya katakan ini, mudah-mudahan dapat dipercayai sebagai sebuah janji insan muslim yang menempatkan janji sebagai hutang dan hutang wajib dibayar.

Seingat saya selama ini saya tak pernah berbohong. Karena itu mudah-mudahan setelah ini, kita berhenti membicarakan soal comeback – comeback-an. Sebaiknya energi kita digunakan untuk hal lain yang lebih penting dan bermanfaat. Namun apapun itu, semua pasti ada hikmahnya, ada pelajaran di dalamnya bagi yang mau introspeksi dan muhasabah, terutama tentu untuk saya sendiri.
Wasssalam.

2 Juni 2022

Gamawan Fauzi

Exit mobile version