HARIANHALUAN.ID – Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Padang Pariaman akhir-akhir ini menjadi tamparan keras bagi semua pihak. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat peningkatan laporan kekerasan seksual pada anak di Sumatera Barat, termasuk di Padang Pariaman, dengan mayoritas pelaku adalah orang terdekat korban.
Fenomena ini tidak hanya merusak masa depan anak, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistem perlindungan dan pengawasan di tingkat keluarga, masyarakat, maupun pemerintah daerah. Jika tidak segera diatasi, hal ini akan menjadi bom waktu yang mengancam kualitas generasi penerus bangsa.
Kekerasan seksual pada anak di Padang Pariaman dipicu oleh beberapa faktor, seperti rendahnya pemahaman masyarakat tentang pendidikan seksual, budaya diam akibat stigma, serta lemahnya pengawasan terhadap lingkungan anak. Di sisi lain, penegakan hukum yang lamban dan minimnya pendampingan korban memperparah trauma yang dialami. Anak-anak, sebagai kelompok rentan, seringkali tidak memiliki ruang aman untuk berbicara atau melapor, terutama di daerah dengan akses informasi terbatas.
Pemerintah Daerah (Pemda) Padang Pariaman tidak boleh lagi pasif dan berpangku tangan. Diperlukan langkah konkret yang melibatkan semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, tokoh masyarakat, akademisi, hingga lembaga swadaya. Salah satu solusi terbaik yang harus segera diimplementasikan adalah membentuk Sistem Perlindungan Anak Berbasis Komunitas (SPABK) yang terintegrasi dengan kebijakan daerah.
Sistem Perlindungan Anak Berbasis Komunitas (SPABK) merupakan model pencegahan dan penanganan kekerasan seksual berbasis partisipasi aktif masyarakat. Program ini dapat diwujudkan melalui 4 langkah strategis:
- Itegrasi Kurikulum Pendidikan dan Sosialisasi Intensif
Pemerintah daerah perlu menggandeng ahli psikologi, aktivis perlindungan anak, dan tokoh agama untuk menyelenggarakan pelatihan rutin di setiap nagari tentang cara mengenali tanda kekerasan seksual, melapor, serta memberikan pendampingan korban. Materi pendidikan reproduksi sehat juga harus diintegrasikan ke kurikulum Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan pendekatan budaya lokal.
- Pembentukan Posko Pengaduan dan Respons Cepat
Setiap kecamatan harus memiliki posko pengaduan kekerasan anak yang terhubung langsung dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Posko ini dilengkapi tim respons cepat terdiri dari tenaga medis, psikolog, dan aparat hukum untuk memastikan korban mendapat perlindungan dan pemulihan segera.
- Penguatan Peran Niniak Mamak dan Tokoh Adat
Melibatkan pemangku adat sebagai agen perubahan adalah kunci di daerah seperti Padang Pariaman yang kental dengan nilai kearifan lokal. Niniak Mamak dapat difungsikan untuk mengawasi lingkungan, mengedukasi warga, serta menegakkan sanksi sosial bagi pelaku.