Oleh : Susila Bahri
Departemen Matematika dan Sains Data, Universitas Andalas
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan program pemerintah dalam bentuk pemberian makanan yang bertujuan untuk meningkatkan, melengkapi atau mencukupi gizi anak, khususnya balita, anak sekolah dan ibu hamil agar terhindar dari kekurangan gizi (stunting) atau kelebihan gizi (malnutrisi).
Untuk memastikan program ini dapat berjalan dengan baik, Kementrian Kesehatan sebagai penanggung jawab utama program, melibatkan puskesmas sebagai pelaksana teknis dan para kader posyandu dalam penyediaan maupun pendistribusian makanan PMT.
Kementrian Kesehatan melalui Mentri Kesehatan telah meluncurkan program PMT berbahan pangan lokal tepatnya pada tanggal 17 Mei 2023. Dengan alasan kemudahan dalam penyediaan materi makanan, PMT berbahan pangan lokal dengan kandungan protein, vitamin, mineral yang berguna bagi kesehatan tubuh anak stunting, juga ditujukan untuk mendorong berbagai pihak di tingkat kabupaten/kota untuk turut berpartisipasi dalam upaya penanganan stunting serta perbaikan gizi di daerahnya.
Lebih khusus lagi, program PMT juga diharapkan dapat mendorong kemandirian pangan keluarga dalam penyediaan makanan bergizi secara berkelanjutan.
Bagaimanapun juga, dengan ikut sertanya pemerintah kabupaten kota secara serentak, tentu juga akan mempercepat penanganan stunting secara menyeluruh.
Berbagai pangan lokal telah dijadikan sebagai bahan dasar makanan PMT, termasuk sagu.
Sagu adalah karbohidrat kompleks yang diekstrak dari batang rumbia atau pohon sagu yang sering digunakan sebagai salah satu makanan pokok di negara ini. Sagu dapat dijadikan bahan makanan PMT karena kaya akan karbohidrat kompleks tersebut.
Dalam 100 gram sagu mentah, terkandung 83-85,6 gram karbohidrat jenis ini dalam bentuk pati yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.
Penyerapan yang sempurna akan memberikan energi tambahan untuk stamina atau daya tahan tubuh anak stunting sedangkan kandungan glukosa pada karbohidrat kompleks yang merupakan energi utama otak, dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak stunting.
Namun, meskipun sagu dapat dijadikan sebagai makanan pokok pengganti nasi, bagaimanapun juga sagu hanya mengandung sedikit unsur gizi lainnya seperti vitamin, mineral, lemak, protein dan serat.
Oleh karena itu, demi terpenuhinya asupan gizi anak stunting, maka makanan berbahan sagu untuk makanan PMT anak stunting, perlu disertai atau dikombinasikan dengan bahan makanan lainnya.
Khusus untuk Sumatera Barat, Nagari Kuraitaji Timur Kabupaten Padang Pariaman sebagai daerah penghasil sagu dan sekaligus merupakan daerah intervensi stunting hendaknya dapat memanfaatkan produksi daerahnya untuk penanganan kasus stunting.
Variasi makanan PMT khususnya berbahan sagu, penting dilakukan karena dapat membuat anak tertarik untuk makan sehingga dapat menambah nafsu makan mereka. Sebaliknya, jenis makanan yang monoton atau satu jenis makanan saja dapat membuat anak bosan, tak mau makan.
Akibatnya, asupan gizi seimbang dan lengkap yang diperlukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, tidak terpenuhi.
Ini tentu saja akan mengganggu proses
perkembangan dan pertumbuhan anak serta menghambat proses pemulihan anak stunting.
Sebagai contoh variasi makanan berbahan sagu yang dapat diberikan sebagai makanan PMT untuk anak stunting antara lain adalah sup sagu yang dicampur dengan sayur yang
mengandung vitamin dan mineral, bubur sagu yang dikombinasikan dengan telur, ayam, atau ikan untuk memenuhi protein dan omega 3 serta sagu rebus atau bakar yang dapat dijadikan cemilan si anak.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa untuk pencegahan dan percepatan penanganan anak stunting, bahan pangan lokal dapat digunakan. Selain itu, tindakan tersebut perlu didukung dan dilakukan secara serentak oleh semua lapisan masyarakat tanpa melupakan produksi dan potensi yang ada di daerah masing masing. (*)