Oleh: Erianjoni (Dosen/Pengamat Sosial UNP)
Berita tentang pembunuhan dengan mutilasi di daerah kita, khususnya pada wilayah hukum Polres Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, akhirnya bisa diungkap oleh pihak kepolisian. Tragedi kemanusian berupa kejahatan pembunuhan secara mutilasi dengan tiga korban ini membuat geger masyarakat. Berbagai respons, komentar, bahkan kutukan yang ditujukan pada pelaku oleh masyarakat mewarnai ruang publik dan ranah pemberitaan media massa, baik lokal maupun nasional.
Kepolisian Resor Padang Pariaman mengungkap kasus pembunuhan berantai terhadap tiga perempuan muda, satu di antaranya dimutilasi. Kasus ini terkuak setelah polisi menangkap tersangka pembunuhan dan mutilasi bernama SJ alias Wanda, seorang pria berusia 25 tahun. Ketiga korban dalam kasus pembunuhan berantai ini adalah perempuan muda. Korban pertama yang ditemukan adalah SA, 25 tahun. Wanda membunuh dan memutilasi jasad korban serta membuang tubuhnya ke sungai. Sementara dua korban lain adalah mantan kekasih Wanda, SO, 23 tahun, serta temannya, AG, 24 tahun.
Peristiwa pembunuhan berantai yang tragis ini menjadi catatan kelam terkait kejahatan kemanusian di dalam kamus pelanggaran hukum di daerah kita Sumatera Barat. Butuh satu setengah tahun baru kasus ini bisa terungkap pelaku dan motif pembunuhannya dan tindakan mutilasi pada SA dengan 8 potongan tubuh yang dibuang di berbagai tempat. Sadis dan tragis sekali, secara humanisasi karena sudah tak bisa lagi dijelaskan bagaimana seorang manusia menghabisi temannya sendiri di luar batas nurani manusia.
Dari kasus pembunuhan berantai dengan cara mutilasi ini, kini kita hanya bisa mengambil hikmah berupa apa pembelajaran yang perlu kira jadikan tindakan preventif, sehingga kejadian yang sangat miris ini tidak terjadi lagi.
Pertama, intensitas pihak kepolisian dalam mengungkap kasus-kasus bertajuk kemanusian. Sudah satu setengah tahun hilangnya SO dan AG pihak kepolisian terkesan kurang maksimal mengungkap kasus tersebut. Laporan dari pihak keluarga juga membenarkan bahwa pihak kepolisian lamban atau stagnan dalam penelusuran kasus ini. Apapun alasannya, kasus kriminal yang bersentuhan dengan tubuh manusia harus dinomorsatukan atau diprioritaskan (Advokat Bicara Padang TV, 21 Juni 2025).
Jajaran kepolisian dari tingkat polda, polres, dan polsek meningkatkan koordinasinya dalam penyelidikan. Alangkah baiknya media massa juga ikut membantu. Belajar dari kasus viral Nia Kurnia Sari, gadis penjual goreng yang dibunuh oleh Indra Dragon, seorang pemuda di desanya, di mana media sangat intens melaporkannya, sehingga pelaku tertangkap dan berbagai saran dan partisipasi masyarakat dalam membantu polisi menangkap pelakunya.
Kedua, sensitivitas kontrol sosial masyarakat terhadap potensi kejahatan perlu ditingkatkan. Kepedulian masyarakat yang lemah akibat masuknya nilai-nilai individualisasi, menyebabkan masyarakat tak sensitif lagi, malah menghindar dari urusan privasi orang lain. Akibatnya, kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat tidak terpantau lagi. Selain itu, peran yang dimainkan oleh keluarga terdekat seperti orang tua, saudara, dan mamak atau unsur keluarga luas (extended family) juga lemah, karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing.