Menyongsong kampanye mayoralnya yang saat ini tengah berlangsung, Mamdani menyongsong program-program “kecil” tapi achievable dan memiliki dampak yang justru sangat diperlukan oleh kalangan menengah ke bawah. Jauh berbeda dengan pandangan banyak orang, bahwa meski New York adalah kota berbiaya tinggi, tetapi mayoritas penduduknya adalah kaum pekerja yang bahkan sebagian besar bekerja overtime untuk menjaga kehidupan di kota tersebut terus berjalan.
Malah banyak dari mereka yang bekerja dengan upah jauh di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan daerah dan negara bagian lainnya di Amerika yang justru dinilai tidak berbiaya tinggi seperti Kansas atau Nebraska. Maka, selain tetap mengkampanyekan sistem transportasi murah dan cepat, Mamdani juga memasukan program perumahan/apartemen yang terjangkau bagi para pekerja, selain juga menjabarkan skema peningkatan upah para pekerja yang dalam pandangannya merupakan tulang punggung Kota New York, alih-alih para konglomerat dan milyuner yang juga menjadikan kota ini sebagai basis gurita kekuasaan ekonominya.
Dalam bahasa lisannya yang lancar, fasih, jelas, dan tegas saat menyampaikan pesan-pesan kampanyenya, Mamdani juga dengan berani memposisikan dirinya terhadap kondisi dunia luar, terutama Timur Tengah. Sudah menjadi rahasia umum jika mayoritas Wali Kota New York dan kota-kota besar Amerika lainnya “wajib” sowan ke Yerussalem sebagai bentuk ketundukan terhadap Pemerintah Zionis Israel.
Mamdani justru dengan tegas menolak untuk melakukan hal tersebut dan menyatakan bahwa sebagai wali kota nantinya kewajibannya justru terletak sebagai “pelayan” bagi masyarakat New York. Sehingga dengan itu ia juga seakan-akan menanyakan keganjilan hal tersebut yang pada hakikatnya menjadi pembenar sokongan dari banyak politisi Amerika terhadap gerakan zionisme.
Lebih keras lagi, Mamdani menyatakan bahwa ia akan memenjarakan Benjamin Netanyahu jika ia berani menginjakan kaki di New York dan saat itu ia menjabat sebagai wali kotanya. Ketegasan ini menjadi salah satu hal yang semakin mengikat banyak calon voters dalam pemilihan wali kota bulan November yang akan datang. Bukan hanya dari kaum muslim yang menentang aksi zionisme, tapi juga non-muslim bahkan komunitas Yahudi New York yang juga banyak anti dengan kekerasan yang dipertunjukkan di tanah Palestina tersebut.
Mungkin karena nyaris tidak ada celah yang bisa digunakan oleh lawan politik untuk menjatuhkan Mamdani yang juga melakukan collaborative campaign bersama dengan calon-calon wali kota lain yang seide dengannya, maka hal-hal kecil seperti cara makan dengan tangan sampai kepada statusnya yang warga negara naturalisasi digunakan sebagai bidak dalam berbagai pemberitaan miring. Tapi mungkin karena perjuangan politik yang tengah dilakukannya dinilai murni, hal-hal seperti ini justru segera dikonter oleh banyak orang yang simpati dengannya. Maka tidak berlebihan jika kita, baik rakyat biasa ataupun yang bergerak di bidang politik secara aktif, untuk dapat belajar “politik putih” dari pergerakan besar yang sedang terjadi di negara Paman Sam tersebut. (*)