Oleh karena itu, perlu ada upaya serius untuk mereformasi proses penunjukan Dewan Komisaris BUMN. Prinsip meritokrasi harus ditegakkan secara konsisten. Setiap calon komisaris harus diseleksi secara terbuka dan transparan, dengan mempertimbangkan rekam jejak, pengalaman, dan kompetensi teknis yang dimiliki. Uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebaiknya melibatkan panel independen dari kalangan akademisi, profesional, dan masyarakat sipil. Proses seleksi juga perlu membuka ruang partisipasi publik, agar masyarakat dapat memberikan masukan dan kritik terhadap calon yang diajukan.
Selain itu, perlu ada sistem evaluasi kinerja yang ketat terhadap para komisaris. Kinerja mereka harus diukur secara objektif, berdasarkan indikator yang jelas, seperti efektivitas pengawasan, kualitas masukan strategis, serta kontribusi terhadap pencapaian target korporasi. Komisaris yang tidak menunjukkan kinerja yang baik harus diberhentikan secara profesional, bukan justru dipertahankan karena alasan non-substantif.
Pemerintah juga perlu meninjau kembali kebijakan mengenai rangkap jabatan, terutama bagi pejabat publik yang menjabat di kementerian atau lembaga negara lainnya. Rangkap jabatan tidak hanya mengganggu fokus kerja, tetapi juga menciptakan potensi konflik kepentingan. Jabatan publik adalah amanah yang menuntut dedikasi penuh. Menjabat di dua tempat sekaligus akan sulit menghasilkan kinerja optimal, apalagi jika salah satunya adalah posisi strategis seperti komisaris BUMN.
BUMN adalah milik rakyat yang dikelola atas nama negara. Tata kelola BUMN yang baik hanya dapat dicapai jika seluruh elemen organisasi, termasuk Dewan Komisaris, dijalankan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi, integritas, dan dedikasi terhadap kepentingan publik. Penunjukan komisaris yang tidak profesional hanya akan merusak fondasi perusahaan, memperburuk kinerja keuangan, dan pada akhirnya menjadi beban fiskal bagi negara.
Sudah saatnya kita memutus rantai praktik penunjukan politik dalam struktur perusahaan negara. BUMN harus dikelola oleh para profesional, bukan oleh mereka yang sekadar memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Dengan cara itulah, kita bisa membangun BUMN yang tangguh, berdaya saing, dan benar-benar menjadi andalan dalam pembangunan nasional. (*)