Kooptasi oleh oligarki menyebabkan sistem check and balances menjadi sangat lemah, bahkan nyaris tak berfungsi. Akuntabilitas etis di kalangan pejabat publik pun mendekati titik nol, sehingga tak mengherankan jika korupsi semakin marak dengan skala yang terus menggelembung di kisaran triliunan rupiah.
Semua kerusakan atau kemunduran ini mencerminkan kegagalan implementasi demokrasi substansial, karena desain institusionalnya memang belum cukup matang dan belum efektif. Jadi, gagasan perubahan UUD NRI 1945 kelima bukan muncul dari ruang hampa.
Usulan ini dilandasi evaluasi kritis terhadap praktik ketatanegaraan pasca reformasi yang justru mengalami kemunduran. Amandemen kelima UUD NRI 1945 diperlukan untuk menjawab tantangan zaman dan memperbaiki semua kerusakan yang terjadi saat ini.
Harus dilakukan penataan kembali lembaga perwakilan. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tidak efektif layak diubah menjadi Fraksi Utusan Daerah di DPR, agar suara atau aspirasi daerah benar-benar masuk dan terakomodasi dalam setiap keputusan nasional.
Selain itu, MPR perlu kembali diperkuat oleh Fraksi Utusan Golongan sebagai representasi kelompok profesi, agama, adat, dan masyarakat sipil yang selama ini terpinggirkan dalam sistem politik berbasis partai.
Tak kalah pentingnya adalah memperkuat kembali peran dan fungsi MPR sebagai lembaga strategis yang menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Penguatan MPR harus diterima sebagai langkah penting dan strategis dalam mengembalikan keutuhan sistem perwakilan rakyat dengan model yang lebih efektif dan representatif.
Tentu saja penguatan sistem kepemimpinan nasional juga perlu dilakukan. Sepakat dengan usulan Profesor Jimly Asshiddiqie bahwa presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan sosok wakil presiden diajukan oleh presiden terpilih untuk mendapatkan persetujuan dari MPR.