Spektrum Objek yang Dapat Dinamai
Objek riset dan inovasi yang dapat diberikan hak penamaan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga klaster utama, yaitu temuan baru, infrastruktur riset dan inovasi, serta kegiatan atau program riset. Masing-masing menawarkan ruang kontribusi yang luas sekaligus citra ilmiah yang dapat melekat pada para donatur, sponsor, atau mitra strategis.
Pertama, klaster temuan baru. Klaster ini dapat mencakup penemuan ilmiah yang telah tervalidasi secara akademik dan memiliki signifikansi pengetahuan, seperti spesies flora atau fauna baru, varietas hasil domestikasi, penemuan astronomis, hingga objek arkeologis dan geologi.
Memberikan hak penamaan pada objek-objek ini dapat menjadi bentuk apresiasi terhadap kontribusi finansial, sekaligus mendorong publikasi ilmiah dengan daya tarik yang lebih luas. Namun, perlu diingat bahwa penamaan objek pada klaster pertama ini, tetap memikuti kaedah binomial nomenklatur yang berlaku pada ketentuan pada masing-masing bidang ilmu.
Kedua, klaster infrastruktur riset dan inovasi. Klaster ini merujuk pada fasilitas fisik dan sistem pendukung riset, mulai dari laboratorium, observatorium, kapal riset, hingga kawasan sains yang dikelola. Hak penamaan pada aset-aset ini tidak hanya berfungsi sebagai insentif branding bagi pelaku usaha atau komunitas yang mendanai, tetapi juga memperkuat citra publik terhadap pentingnya investasi dalam infrastruktur IPTEK.
Ketiga, klaster kegiatan atau program mencakup berbagai aktivitas ilmiah yang diselenggarakan, seperti program riset unggulan nasional, ekspedisi ilmiah, konsorsium riset, hingga platform pengembangan teknologi. Hak penamaan dalam konteks ini memungkinkan penyerapan dana untuk kegiatan yang bersifat jangka menengah hingga panjang, sekaligus memperluas visibilitas program ilmiah Indonesia di kancah global.
Menakar Manfaat dan Tantangan
Secara normatif, skema ON-Rights menawarkan sejumlah manfaat. Pertama, menambah fleksibilitas pendanaan yang tidak terbatas pada siklus fiskal tahunan negara. Kedua, memperkuat keterlibatan aktor non-negara, baik individu, komunitas, filantropi, hingga sektor swasta dalam mendukung kemajuan IPTEK. Ketiga, membangun kepercayaan publik terhadap riset, dengan menampilkan transparansi kontribusi dan akuntabilitas hasil.
Namun demikian, penerapan skema ini juga memerlukan kehati-hatian dan tata kelola yang akuntabel. Harus ada batas etis dan prosedural yang jelas dalam pemberian hak penamaan, agar tidak menimbulkan konflik kepentingan, kooptasi ilmiah, atau bahkan penyalahgunaan simbolik. Misalnya, penamaan objek riset tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ilmiah, netralitas kelembagaan, dan kepentingan publik.
Lebih jauh, perlu mekanisme seleksi dan evaluasi yang transparan untuk menentukan objek mana yang layak diberikan hak penamaan dan bagaimana kontribusi finansial dikalkulasi serta digunakan. BRIN sebagai lembaga negara dapat memulai dan memastikan bahwa skema ini tetap berada dalam koridor integritas ilmiah dan tidak berubah menjadi praktik komersialisasi riset yang pragmatis belaka.