Lebih menarik lagi, para elite daerah dan sebagian politisi begitu bersemangat mendorong penerapan teknologi SPM ini di Sumatera Barat. Sementara di kalangan akademis dan peneliti/pemerhati pertanian Sumatera Barat sepertinya masih mencermati SPM ini, karena varietas unggul padi yang terpilih tersebut hanya diberi jerami dan tidak digenangi dengan air irigasi yang utuh dan dikhawatirkan akan bisa berproduktivitas tinggi.
Bahkan, instansi terkait di Pemprov Sumatera Barat sepertinya belum nampak langkah untuk mulai menyosialisasikan SPM tersebut ke petani secara luas di Sumatera Barat. Dampaknya bisa menurunkan produksi riil padi Sumatera Barat, seperti yang ditulis oleh Dr. Agusli Taher. Wajar dan patut kiranya muncul berbagai analisis yang konstruktif terhadap fenomena SPM tersebut.
Menyimak pesan yang disampaikan oleh agroteknologi dari SPM, maka terlihat bahwa komponen utama teknologi SPM ini adalah tanpa olah tanah (TOT), tanpa pupuk, dan untuk itu penggantinya dengan jerami padi, meskipun tetap menggunakan varietas padi unggul yang sudah adaptif, tanpa menggunakan pestisida, termasuk pembuatan kanal-kanal intensif di lahan sawah.
Jerami padi berfungsi ganda, yakni sebagai substitusi pupuk kimia dan pengendalian gulma. Memang sudah dikaji berulang-ulang di lapangan dan diamati terus-menerus oleh para pegiat dan pemerhati yang amat telaten. Akan tetapi, potensi substitusi kedua fungsi tersebut secara saintifik belum ada kajian ataupun riset tentang adanya publikasi ilmiah mengenai agrotek SPM ini.
Secara teknis, dapat dikemukakan dua hal dari sisi agrotek. Pertama, apa fungsi penggalian kanal secara intensif? Penggalian kanal 25–30 cm, dalam analisisnya ada sekitar 20–22 persen per hektarenya tidak ditanami padi karena diperuntukkan untuk kanal tersebut dan membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk menggalinya dan juga penggalian tersebut berpotensi merusak lapisan tapak bajak (permeable layer) atau lapisan-lapisan cadas (hard pan) di bawah lapisan olah yang bisa merusak lapisan cadas tersebut.
Bila lapisan ini rusak, maka kehilangan air ini akan berdampak pada tanaman padi dapat kekurangan air (water stres) dan sangat beresiko terhadap pertumbuhan tanaman padi, pada saat pertumbuhan vegetatif tersebut sangat membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Selain itu, juga berpengaruh pada unsur hara, terutama Kalium (K) akan tercuci (leaching) ke lapisan bawah, termasuk juga unsur Besi (Fe). Sebaliknya, Mangan (Mn) akan terangkat ke permukaan sawah, sementara kedua unsur tersebut bersifat racun untuk tanaman padi. Sehingga produksi padi bisa dipengaruhinya (diskusi dengan Pakar Ilmu Tanah dan Agrotek 2025).