Oleh : Elfindri (Dosen Universitas Andalas)
Presiden prabowo kembali mengutip data pengangguran terendah semenjak reformasi tahun 1997, berada pada angka 4.76 dengan jumlah penganggur 7.28 juta orang.
Kendatipun pengangguran terbuka diklaim sebagai indikator makro ekonomi yang membaik, beban pasar tenaga kerja tidak hanya itu. Masih ada kelompok “idleness”, yang jumlahnya bisa mencapai 6-7 juta orang. Kelompok anak muda yg tidak bekerja, tidak sekolah dan tidak sedang training. Jika saja dijumlahkan keduanya, tentu berada pada angka sekitar 10 persen.
Jadi kondisi pengangguran terbuka yang membaik bisa jadi karena memang ukuran pengangguran adalah mencari kerja minimal 1 jam seminggu lalu.
Terus kenapa kondisi yang dilaporkan resmi oleh BPS dalam kenyataan begitu sulitnya anak muda memperoleh kerja, PHK yang terlihat dimana mana, dan ketidak stabilan pekerjaan yang ada saat sekarang? Masih sebuah anomaly tentunya yang perlu dicari penjelasannya.
Persoalan Mutu Kerja
Tunggu dulu, mereka yang bekerjapun memiliki berbagai permasalahan serius. Belum merdeka dari sisi produktivitas dan mutu kerja.
Pertama kelompok dimana mereka bekerja, namun dalam seminggu mereka bekerja di bawah 35 jam, artinya persoalan yang berkaitan dengan produktivitas input waktu rendah, akhirnya lemahnya kompetisi dan daya saing tenaga kerja.
Produktivitas rendah termasuk sebagai faktor yang memicu sulitnya masuk investasi asing padat tenaga kerja, relative dibandingkan dengan negara lain.
Alasan rendahnya mutu keterampilan tenaga kerja dibarengi dengan terbatasnya budaya kerja, kedisiplinan, serta integritas.
Di desa desa banyak tenaga kerja, khususnya berusia muda mengalami kondisi seperti ini. Mainnya lebih banyak dibandingkan dengan bekerja dengan persiapan masa depan.
Kedua masalah yang berkaitan dengan “decent job”, kualitas kerja dari sisi kepastian untuk bisa bertahan bekerja dan membaik.
Wanita banyak yang masuk ke dalam kelompok “decent jobs” ini, alias kerja yang rendah hasilnya.
Begitu banyak dijumpai pada sektor perdagangan, dan pertanian jenis pekerjaan ini.
Ibu ibu buka usaha rumahan, di sekeliling selokasi usaha dagang yang sama terlihat. Mereka buka pagi dan tutup larut malam, memerlukan sewa, biaya listrik, namun pemasukan dari berdagang bisa menguras modal yang telah ditanam.
Kemerdekaan pekerjaan mestinya terlihat dari peningkatan produktivitas, upah yang semakin baik bukan stagnant yang terlihat dari indeks upah yang flatter selama kurun 5 tahun terakhir, yang tergerus oleh inflasi.
Perbaiki dari sisi supply dan Demand
Memperbaiki posisi tenaga kerja sekarang dari dua arah. Arah peningkatan penyediaan tenaga kerja, melalui peningkatan keterampilan kerja, oleh lembaga keterampilan. Menyiapkan lembaga keterampilan per kecamatan sangat diperlukan.
Sementara dari sisi permintaan tiada lain bagaimana investasi mampu membuka lapangan kerja. Investasi yang nerasal dari Luar dan dalam negeri, bisa melalui skema penyediaan kredit start up supermikro sebanyak mungkin.
Inovasi produk, dan berwirausaha mungkin menjadi tantangan tersendiri agar benar benar dirasa merdeka bagi mereka yang memerlukan pekerjaan untuk berkarya dan hidup. (*)