Dua hari lalu, seorang teman terbang langsung dari Padang ke Singapura. Menurutnya penumpang sepi, hanya terisi sekitar 20 seat saja, sehingga harga tiket jadi mahal, jauh diatas harga tiket Padang-Kuala Lumpur.
Sepinya jumlah penumpang dari Padang ke Singapura, merupakan tantangan dan persolan masa depan pariwisata yang datang dari Singapura ke Padang atau Sumbar. Bisnis penerbangan tidak tunduk pada sekedar keelokan destinasi wisata, tapi juga faktor untung rugi mereka terbang ke Padang. Bila hal itu tidak terpenuhi, maka mereka pun “cabut ” dan mengalihkan rute penerbangannya ke daerah lain yang lebih menjanjikan secara bisnis.
Untuk mengantisipasi persoalan itu, barangkali sejak dini perlu disiasati, bagaimana agar jumlah penumpang untuk memenuhi rute itu tetap menguntungkan bisnis maskapai. Hal ini bisa dilakukan melalui banyak hal, seperti promosi besar-besaran dan berkelanjutan yang dilakukan Sumbar di Singapura dan sebaliknya. Langkah lain adalah membuka bisnis bisnis baru diantara ke dua wilayah dengan mendorong pengusaha untuk melihat peluang usaha yang feasible.
Para pengusaha Singapura membuka perdagangan baru yang dibawa dari hasil produksi Sumbar, terutama pada sektor pertanian dan perikanan, termasuk bisnis bunga untuk dataran tinggi, pertambangan dan lain-lain. Sebaliknya pengusaha Sumbar dapat pula memperdagangkan barang-barang yang dibawa dari Singapura ke Sumbar.
Pada tahun 90-an, bisnis penerbangan Singapura sudah melayani lebih dari 200 kebutuhan katering penerbangan seluruh dunia. Saya menyaksikan langsung ribuan troli katering yang sudah siap diangkut ke pesawat. Ketika saya tanya kepada salah seorang managernya, dari mana bahan baku makanan itu diperoleh ? Menurut mereka, umumnya dari Thailand, dan hanya sedikit dari Indonesia.
Saat saya menjadi Bupati Solok, saya mencoba merintis promosi dengan mengadakan pameran produk hasil pertanian Solok di Singapura. Langkah itu kemudian terhenti karena setelah itu tidak dilanjutkan lagi, walaupun beberapa pengusaha disana sudah mencoba mendalami apa yang bisa dikerjasamakan antara Singapura dan Sumatera Barat.
Promosi semacam ini selalu memerlukan gerak langkah yang berkelanjutan, sayangnya kebiasaan kita masih bersifat hit and run dan jarang yang sustainable. Setelah itu, ada seorang pengusaha Padang yang mulai menanam bunga di Alahan Panjang dan mengirim hasilnya secara berkala ke Singapura. Dia memanfaatkan penerbangan langsung yang saat itu bagasi pesawat selalu kosong. Namun tak berapa lama setelah itu, usaha kebun bunga tersebut tutup akibat penerbangan langsung Padang-Singapura juga ditutup.