Organisasi yang tambun adalah cost yang mahal. Besarnya organisasi bukan hanya membutuhkan pembiayaan besar untuk biaya gaji pegawai yang banyak, tapi juga biaya operasionalnya.
Mungkin pemda bisa mengambil pelajaran dari riset-riset sederhana, bahwa ketika dilakukan Work From Home/WFH selama masa pandemi Covid-19 yang lalu, mungkin tak banyak mengganggu kinerja organisasi. Hal itu bisa menjadi pelajaran berbaharga bahwa di samping bisa memulai kerja berbasis IT menuju paper less, juga ternyata jumlah pegawai dapat dikurangi.
Saya pernah mengunjungi sebuah kota kecil/caunty, di negara bagian California saat diundang oleh ICMA Tahun 2004 lalu. Kota itu hanya memilik pegawai sekitar 40 orang saja. Kantor balai kotanya juga kecil, terletak di samping sebuah mall. Nama balaikota itu disebut Civic Plaza. Namun, saya sangat memahami bahwa kita belum akan mampu seperti itu disebabkan berbagai faktor. Tapi, setidaknya bisa jadi inspirasi betapa kita tak harus memiliki organisasi besar unruk menjadi hebat, bukankah small is beautiful?
Singapore sejak tahun 90-an sudah menerapkan program paperles yang mengurangi banyak biaya adminstrasi dan bekerja lebih cepat.
Baru-baru ini, saya juga membaca sebuah artikel bahwa UK, atau Inggris saat ini tengah melakukan uji coba kerja 4 hari dalam seminggu. Dengan moto 100 persen program, 40 persen kerja dan 100 persen hasil. Ini bisa menginspirasi semua pemda yang “berani ” untuk melakukan terobosan inovasi.
2. Menggali Pendapatan Asli Daerah.
Sebenarnya Pemda kabupaten/ kota masih memiliki potensi untuk menambah pedapatan asli daerahnya dari berbagai sumber yang ada, seperti dari pajak rumah makan, hotel dan restoran. Alasan pemilik umumnya adalah mereka takut dianggap mahal, karena harga ditambah dengan beban pajak. Karena itu seringkali petugas berdamai dengan hanya mematok bayaran bulanan. Mungkin saatnya dijalankan dengan sungguh-sungguh sesuai aturan dengan memasilitasi peralatan modern.